Imbas Kebijakan Wajib PCR, Pesawat Terbang di Kalteng tanpa Penumpang

Wajib PCR
DIPERIKSA: Penumpang pesawat saat tiba di Bandara Iskandar Pangkalan Bun, Senin (19/4).(RINDUWAN/RADAR SAMPIT)

Kebijakan Pemprov Kalteng yang mewajibkan pelaku perjalanan melalui jalur udara dan laut menjalani RT PCR, langsung memukul bisnis penerbangan. Penurunan jumlah penumpang pesawat langsung terjadi. Bahkan, salah satu maskapai jurusan Semarang-Pangkalan Bun terbang membawa kursi kosong karena tak ada penumpang sama sekali.

=======

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Pantauan Radar Sampit, aktivitas di Bandara Iskandar Pangkalan Bun terpantau cukup padat di terminal keberangkatan hingga meluber ke tempat istirahat calon penumpang. Pemandangan itu berbeda 360 derajat dengan terminal kedatangan yang terlihat sangat sepi.

Info dihimpun, penumpang yang tiba di Bandara Iskandar Pangkalan Bun menurun drastis. Maskapai Wings Air dari Semarang Pangkalan Bun hanya mengangkut 22 orang dan Nam Air rute Surabaya-Pangkalan Bun sembilan orang. Parahnya, Citilink dari Semarang-Pangkalan Bun jadwal pagi tidak mengangkut penumpang dan untuk jadwal siang hanya mengakut empat penumpang.

Padahal, sebelumnya, Bandara Iskandar Pangkalan Bun dikenal sangat ramai. Baik saat keberangkatan maupun kedatangan. Paling sedikit setiap maskapai tiba mengangkut 30 orang.

Baca Juga :  Duh, Ratusan Karyawan PDAM Kapuas Akan Dirumahkan

Rosa, salah satu penumpang Citilink rute Semarang-Pangkalan Bun mengaku kaget saat ada pemberitahuan dari maskapai bahwa saat akan masuk Kalteng harus melengkapi diri dengan hasil negatif RT PCR. Padahal, pemberitahuan itu sehari sebelum keberangkatan.

”Tadinya mau saya cancel dan ubah rute. Namun, saat mau mengubah, malah transit tiga kali, sementara saya bawa anak kecil. Akhirnya saya cari pelayanan PCR di Semarang secara dadakan,” kata Rosa.

Dia keberatan dengan kebijakan yang mewajibkan RT PCR saat akan masuk Kalteng. Hal itu sangat memberatkan bagi dirinya yang bukan seorang pengusaha. ”Keberatan karena biaya PCR jauh lebih mahal dibanding harga tiket. Saya memang dapat harga PCR yang Rp 720 ribu. Tapi, di tempat lain ada yang sampai Rp 900 ribuan,” ujarnya.

Hal itu membuat pihaknya sangat berat harus mengeluarkan biaya yang besar. Apalagi dirinya berangkat bersama ibu serta anaknya, sehingga biayanya membengkak. ”Kiranya pemerintah bisa mengkaji lebih mendalam saat membuat kebijakan, karena dampaknya bagi kami sangat terasa sekali,” katanya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *