Kemenkes: RS Rujukan Harus Ambil Alih Layanan Katastropik

ilustrasi rumah sakit
Ilustrasi (google)

JAKARTA, radarsampit.com – Penyakit katastropik seperti stroke, jantung, ginjal, dan kanker selalu menjadi momok. Untuk meringankan hal ini, Kementerian Kesehatan meminta agar rumah sakit (RS) rujukan dapat menjadi pengampu dan memberikan pembekalan terkait deteksi dini penyakit tersebut. Tujuannya agar kasus ditemukan tidak saat kondisi pasien telanjur kritis.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, penanganan penyakit katastropik harus menjadi prioritas layanan RS rujukan. Harapannya, lebih banyak pasien RS rujukan keluar melalui pintu depan, tidak melalui pintu belakang. Artinya, keluar RS dalam kondisi sembuh.

Bacaan Lainnya

’’Nah, saya jadi menteri kan waktunya singkat. Ya sudah, saya fokusnya mengurangi supaya lebih sedikit yang keluar dari belakang. Kalau bisa, keluarnya semua dari depan,” katanya.

Budi mengingatkan, tugas penting dari layanan rujukan tidak hanya terletak pada kemampuan menangani berbagai penyakit yang bersifat katastropik.

Baca Juga :  Putusan MK Keluar, Peluang Majukan Pilkada Tertutup Rapat

RS rujukan diharapkan mampu mentransfer pengetahuan layanan unggulannya. ’’Bukan hanya pintar sendiri, tapi (rumah sakit sekitarnya) harus bisa semua. Kalau bisa, semakin sedikit sekali yang dirujuk akan semakin bagus,” ucap Budi.

Kemenkes menetapkan sepuluh layanan kesehatan prioritas yang menjadi perhatian dalam transformasi layanan rujukan. Yakni, layanan pasien kanker, jantung, stroke, ginjal, kesehatan ibu anak, dan TB respirasi. Selain itu, diabetes melitus, gastrohepatologi, penyakit infeksi emerging, dan kesehatan jiwa.

Budi menerangkan, penyakit kanker, jantung, stroke, dan ginjal masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Karena itu, Kemenkes memberikan perhatian khusus melalui transformasi layanan rujukan.

Budi mengingatkan bahwa deteksi dini menjadi hal yang sangat penting agar beban layanan rujukan tidak semakin berat. Selain itu, pasien dapat tertangani sebelum kondisi memburuk. ’’Karena kanker itu obatnya satu, yaitu harus deteksi dini. Itu 80 persen sembuh. Kalau deteksinya telat, 80 persen wafat,” tuturnya. (lyn/c17/oni)



Pos terkait