Perilaku penyelenggara itu, lanjut BW, berkaitan dengan dalil kedua, yakni lumpuhnya indepensi penyelenggara. Lemahnya independensi, sudah berlangsung sejak rekrutmen penyelenggara. Kala itu, Jokowi menetapkan timsel KPU-Bawaslu tidak sesuai ketentuan, yakni ada 4 unsur pemerintah yang mestinya maksimal 3.
Proses pemilihan pansel yang bermasalah, berujung pada terpilihnya penyelenggara yang tidak berintegritas. KPU misalnya, terbukti melanggar etik dalam kasus manipulasi verifikasi partai. Kemudian, KPU juga melanggar etik saat menerima pencalonan Gibran tidak sesuai prosedur.
Sementara Bawaslu, dinilai tumpul dalam menangani pelanggaran paslon 02. Misalnya saat Gibran hadir di kegiatan asosiasi desa, hingga kampanye di CFD yang jelas melanggar aturan.
Bambang juga menekankan, berbagai intervensi itu menyebabkan suara Prabowo naik secara tidak wajar dibanding dua pilpres sebelumnya. Dia mencontohkan di Kabupaten Talaud, pada 2014 hanya mendapat 21,91 persen, 2019 mendapat 9,01 persen, namun 2024 melonjak jadi 75,39 persen. “Kami meyakini bukan karena kehebatan pemilih, tapi ada intervensi luar biasa,” ujar BW.
Sementara Ganjar Pranowo menitikberatkan argumentasi awalnya pada cita-cita negara dibentuk. Yakni menjunjung kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan. Bangsa ini, lanjut dia, juga pernah dipersatukan dengan semangat reformasi untuk mengkoreksi visi negara yang dianggap melenceng.
Ganjar berharap, semua orang mau setia pada cita-cita reformasi. Sayangnya, mantan Gubernur Jawa Timur itu menilai Pemilu demokratis sebagai salah satu cita-cita reformasi, dinilai Ganjar telah dinodai untuk kekuasaan pribadi.
”Maka, hari ini kita menggugat dan lebih dari sekadar kecurangan pada setiap tahapan pelpres,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pembela Prabowo – Gibran Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dalil-dalil yang disampaikan pemohon dalam persidangan didominasi narasi, asumsi, dan hipotesa. Sehingga dia menilai permohonan sangat lemah. “Narasi itu bukan bukti. Begitu juga asumsi, itu bukan bukti,” ujarnya.