Menurutnya, harga sawit saat ini bisa dikatakan besar pasak daripada tiang. Masyarakat berharap harga tandan buah segar bisa kembali seperti sebelumnya yang mencapai Rp 3.500 per kilogram.
”Kalau pembangun pabrik tidak disegerakan dan harga TBS masih anjlok, akan sangat berpotensi kasus kriminalitas, karena ekonomi masyarakat semakin sulit. Niatan bertindak jahat karena desakan ekonomi bisa saja terjadi,” ujarnya.
Selain persoalan murahnya harga sawit, masyarakat juga menyampaikan persoalan tenaga kontrak agar kades melakukan pengawasan. Apabila ada masalah, kades berhak memberikan teguran secara tertulis.
”Bapak Bupati tidak mungkin bisa memantau kinerja meraka (tenaga kontrak, Red), maka sebaiknya disepakati agar pengawasan dilakukan kades. Harapannya, agar tenaga kontrak dapat menunjukkan kinerja terbaiknya, sehingga pendidikan dan kesehatan di desa dapat berjalan maksimal,” ujarnya.
Di sisi lain, ada ditemukan rumah milik dinas kesehatan yang seharusnya didiami, namun orangnya tak pernah ada. ”Kalau memang yang bersangkutan tidak mau bertugas, sebaiknya resign saja. Ini perlu pengawasan. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah, karena jalan dari Parenggan menuju Telaga Antang sudah lebih baik dan sinyal jaringan komunikasi juga sudah lebih baik,” ujarnya.
Selain itu, permasalahan jalan juga menjadi keluhan. ”Terkadang warga berat menghibahkan tanahnya untuk jalan. Padahal, kalau jalan dibangun akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, akan membuat harga tanah di sekitarnya naik,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, Bupati Kotim Halikinnor menyerap semua aspirasi masyarakat. Hampir semua usulan ditanggapi dengan baik. Dia merespons pendirian pabrik yang bertujuan untuk menstabilkan harga TBS.
”Saya sudah izinkan pendirian PKS tanpa kebun agar harga sawit membaik dan dapat menciptakan persaingan harga yang sehat. Perusahaan besar tidak lagi bisa mempermainkan harga, karena kebutuhan pabrik pasti besar. Tetapi, jangan sampai dengan hal ini diiringi pencurian,” katanya.