Bambang melanjutkan, TBBR telah melakukan agresi ke berbagai lapangan usaha masyarakat, termasuk demo dan penekanan fisik ke beberapa investor di Kalteng yang dinilai mengganggu iklim investasi dengan cara mengerahkan massa berjumlah besar. Dia juga menilai TBBR kasar dan brutal dalam setiap aksinya yang menimbulkan ketakutan bagi masyarakat, termasuk tenaga kerja.
Kemudian, lanjut Bambang, TBBR dalam misi memperluas wilayah kekuasaannya di Kalteng selalu memakai pola kekerasan dan memancing keributan dengan ormas lain. Bahkan, sampai melarang ormas lain ikut berkontribusi demi menyelesaikan persoalan, termasuk apabila ada permasalahan antara oknum masyarakat dengan oknum perusahaan.
”TBBR dalam melakukan invasi adat, budaya, dan tradisi ke Kalteng, sama sekali tidak menghormati masyarakat dan pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng untuk berkoordinasi atau mengoordinasikan kegiatan terkait ritual adat dan kebudayaan yang mereka lakukan,” ungkapnya.
Bambang menuding Pasukan Merah selama berada di Kalteng tidak pernah melibatkan diri dalam sejumlah kegiatan sosial untuk kemanusiaan. Selain itu, tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan bencana alam maupun sejumlah kegiatan kebudayaan.
Menurutnya, kehadiran TBBR di Kalteng sudah menyangkut hal-hal yang prinsip dan fundamental. Selain itu, mendegradasi budaya dan kearifan lokal masyarakat adat Dayak Kalteng yang sudah tertata dalam kaidah falsafah huma betang dan belum bahadat.
”Tidak sedikit masyarakat yang sudah mulai marah. Pihak TBBR tidak pernah menghargai niat baik kami dan akhirnya kami melakukan aksi unjuk rasa itu. Kami meminta MADN supaya memerintahkan DAD Kalteng segera melaksanakan sidang adat,” tegasnya.
Bambang menjelaskan, pihaknya melapor ke MADN karena DAD Kalteng masih Demisioner. ”Laporan kami disertai alat bukti pelanggaran TBBR, seperti surat, foto, video, dan rekaman audio. Ini semua untuk mengurangi potensi kegaduhan publik di medsos yang bisa berakibat semakin memperkeruh suasana dan mempertajam kesalahpahaman publik,” tandasnya. (daq/ign)