Cara pembuatan minyak bintang juga tidak sembarangan, harus dibuat oleh orang yang memiliki amalan tertentu dan harus dibuat pada malam jumat ketika bintang bersinar terang. Konon dari situlah nama dari minyak bintang berasal (Ghani,2020). Banyak fakta yang sudah membuktikan keakuratan tersebut khususnya masyarakat Dayak Kalimantan Tengah percaya akan pengobatan tradisional tersebut dapat menyembuhkan atas izin Tuhan Yang Maha Esa. Sebelum memulai pengobatan tersebut ibu Ida melakukan gerakan tarian-tarian yang dimana dipercaya bahwa gerakan tarian tersebut merupakan seorang leluhurnya yang masuk ke dalam tubuh beliau.
Di dalam kepercayaan suku Dayak, penggunaan minyak bintang dalam ritual pengobatan diharapkan dapat menghilangkan energi negatif atau gangguan spiritual yang menjadi penyebab penyakit. Dengan demikian, mereka percaya bahwa penggunaan minyak bintang dalam ritual pengobatan dapat membantu menyembuhkan penyakit dan mengembalikan keseimbangan spiritual dalam tubuh pasien. Banyak warga masyarakat Indonesia yang antusias ingin melakukan pengobatan tradisonal dengan beliau dengan harapan bisa sembuh, karena faktanya banyak yang sembuh setelah dilakukan pengobatan tersebut. Karena video viral yang beredar di sosial media sehingga membuat masyarakat Indonesia lebih mengenal tradisi dan budaya suku Dayak Kalimantan. Kekuatan-kekuatan leluhur yang masih sangat kental akan kemagisannya. Dengan adanya hal ini identitas budaya sebuah tradisi di Kalimantan Tengah khususnya suku Dayak jadi lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia karena pengaruh sosial media, khususnya kata “Minyak Buintang” yang masih awam didengar oleh masyarakat sebelumnya sebelum viral, ke magisan yang masih sangat kuat dianut oleh penduduk Dayak yang diturunkan oleh para leluhurnya. Masyarakat dayak Maanyan percaya terhadap dunia gaib (Diman.P,2022). Dengan demikian, mereka percaya bahwa penggunaan minyak bintang dalam ritual pengobatan dapat membantu menyembuhkan penyakit dan mengembalikan keseimbangan spiritual dalam tubuh pasien. (Aliya Safana Dewi , Mahasiswi FKIP Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang,)