Pengusaha Bisa Ajukan Insentif Bila Keberatan dengan Kenaikan Pajak Hiburan

pajak hiburan
HIBURAN: Vino Club menjadi salah satu tempat yang terdampak kenaikan pajak hiburan. (HERU PRAYITNO/RADAR SAMPIT)

JAKARTA, radarsampit.com – Kebijakan kenaikan pajak hiburan membawa berbagai pro kontra. Pemerintah memastikan, tidak semua jenis pajak hiburan mengalami kenaikan.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati menjelaskan, merujuk pada UU nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pada pasal 55 dijelaskan ada 12 jenis yang termasuk jasa kesenian dan hiburan.

Bacaan Lainnya

Namun, dari 12 jenis kegiatan tersebut, kegiatan yang dikenakan Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan dengan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen adalah untuk kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Sementara, mayoritas pajak hiburan lainnya justru turun. Yang semula dalam UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) maksimal 35 persen, lalu dan dengan UU HKPD justru turun ke 10 persen.

Terkait dengan kenaikan pajak hiburan untuk kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, Lydia menyebut, kebijakan itu mempertimbangkan fakta bahwa jasa hiburan itu umumnya hanya dinikmati oleh masyarakat tertentu. ’’Untuk jasa hiburan spesial itu pasti dikonsumsi oleh masyarakat tertentu,’’ ujarnya pada media briefing di Kemenkeu, Selasa (16/1/2024).

Baca Juga :  Bisnis Barbar para Pelanggar Aturan Selama Ramadan

Penetapan tarif batas bawah atas jenis kegiatan tersebut bertujuan untuk mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha.

Seperti diketahui, kebijakan itu menyulut emosi dari para pelaku usaha. Mereka menyebut usaha hiburan yang dijalankan belum sepenuhnya pulih akibat hantaman Covid-19.

Terkait dengan alasan itu, Lydia menyebut bahwa sejatinya realisasi penerimaan yang bersumber dari pajak hiburan telah mendekati capaian pada pra pandemi. Hal itu mencerminkan geliat ekonomi yang telah memasuki fase recovery, termasuk dalam aspek pajak hiburan. (Selengkapnya lihat grafis)

Pengusaha yang merasa keberatan dengan kebijakan itu pun dapat mengajukan insentif fiskal. Insentif fiskal yang dimaksud adalah berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, penghapusan atau penundaan pembayaran atas pokok pajak. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 99 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023.



Pos terkait