PALANGKA RAYA, radarsampit.com – Emosi publik buntut penembakan yang menewaskan warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, dalam konflik perkebunan belum mereda. Desakan evaluasi terhadap jabatan petinggi kepolisian di Kalteng dan Seruyan masih keras digaungkan.
Hal itu terlihat dari aksi massa terkait tragedi penembakan yang dilakukan di dua daerah berbeda, Palangka Raya dan Pangkalan Bun, Kamis (12/10/2023). Padahal, sehari sebelumnya Kapolda Kalteng Irjen Nanang Avianto memberikan pernyataan resmi terkait permintaan maaf pada korban dan penegasan kasus itu akan diusut tuntas.
Di Palangka Raya, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Cipayung Sangkal (Bersama Bangkal) menggelar unjuk rasa di Polda Kalteng. Kaum muda itu berasal dari berbagai organisasi mahasiswa, seperti GMKI, LMND, GMNI, KAMMI, PMKRI, dan IMM KMHDI.
Massa menuntut aparat bertanggung jawab atas peristiwa berdarah di Seruyan. Mereka juga menyerukan penindakan tegas oknum aparat yang memberikan instruksi penembakan pada masyarakat. Selain itu, mendesak Kapolri mencopot jabatan Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan yang dinilai lalai.
Berbagai spanduk yang dibentangkan mempertegas aksi protes tersebut. Aksi damai juga diwarnai pembakaran ban bekas. Usai menyuarakan aspirasinya, massa langsung membubarkan diri. Mereka memberikan ultimatum tiga hari agar tuntutan segera direspons.
Agus, juru bicara aksi mendesak aparat tak menambah lagi personel pengamanan di lokasi konflik tersebut. Tragedi penembakan dalam menangani aksi massa juga jangan sampai terulang. Kepolisian harus bertanggung jawab terhadap hilangnya satu nyawa warga Seruyan akibat peluru tajam. Pengusutan perkara tersebut harus dilakukan transparan, mengingat terjadi dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tergolong berat.