Sejarah Berdirinya Masjid Al Madinatul Mubarokah di Kota Sampit

Sering Dikunjungi Musafir, Bisa Tampung 600 Jemaah

masjid
STRATEGIS: Masjid Al Madinatul Mubarokah sering disambangi musafir untuk beribadah. (HENY/RADAR SAMPIT)

Setelah 2010 sampai sekarang, toko kembali disewakan dengan harga kisaran Rp20-25 juta per tahun. Dari penghasilan sewa itu, uangnya digunakan untuk pembangunan rumah untuk dua imam Masjid Al Madinatul Mubarokah.

”Rumah untuk imam sudah selesai dibangun di Jalan Jiwa. Sekitar lima tahun lalu, anak almarhum selaku ahli waris  menghibahkan ruangan yang dulunya minimarket Libna di lantai tiga berukuran 8 x 20 meter. Ruang ini sekarang masih dalam tahap renovasi. Baru tiga bulan ini selesai memasang plafonnya,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Adanya hibah ruangan membuat lantai masjid bertambah. Dari sebelumnya hanya di lantai dua, kini juga ada di lantai tiga. Dua lantai yang dijadikan tempat ibadah salat ini bisa diisi 600 jemaah.

”Setiap Jumat, lantai dua dan lantai tiga selalu penuh dipadati jemaah untuk melaksanakan salat Jumat,” ujarnya.

Masjid ini tak pernah sepi. Setiap Jumat dapat mengumpulkan sekitar Rp4 juta dari kotak amal yang didapat dari sedekah para jemaah. Uang sedekah itu digunakan untuk melengkapi keperluan masjid dan mempercantik ornamen bagian depan mimbar masjid, plafon yang dilengkapi dengan lampu hias berkilau cantik.

Baca Juga :  TAATI PROKES!!! Perawat, Bidan, dan Dokter Terus Bertumbangan

”Kami juga sediakan tiga pendingin ruangan, WC, sekaligus kamar mandi khusus laki-laki empat pintu dan WC khusus perempuan tiga pintu. Biasanya, apabila mendekati Lebaran, masjid sini selalu ramai dengan kedatangan para musafir, calon penumpang, anak buah kapal yang juga beribadah salat di sini,” katanya.

Selama bulan suci Ramadan 1444 Hijriah tahun ini, Supian rutin menyediakan takjil untuk para jemaah yang berbuka puasa di masjid. Jumlahnya mencapai seratus takjil setiap hari.

”Malam harinya, selama Ramadan juga tadarus Alquran. Sorenya menyediakan takjil dan yang menyiapkannya istri saya. Setiap bulan Muharram, istri saya juga rutin membuat bubur asyura sebanyak 120 kg,” ujarnya.

Masjid yang berada di sudut jalan ini dari dulu hingga sekarang tak banyak mengalami perubahan. Pemilihan warna cat bangunan tetap menggunakan hijau. Namun, bangunan masjid yang diresmikan Wahyudi Kaspul Anwar Bupati Kotim Periode 2000-2010 pada 23 Desember 2000 atau 27 Ramadan 1421 Hijriah itu kini sudah memiliki menara.



Pos terkait