Sering Dikira Judika, Pernah Dirompak Bajak Laut

Mengenal Lebih Dekat Kepala KSOP Kelas III Sampit yang Baru

kepala ksop sampit
KENYANG PENGALAMAN: Kepala KSOP Kelas III Sampit Miftakhul Hadi saat ditemui Radar Sampit di ruang kerjanya. (HENY/RADAR SAMPIT)

”Selat Malaka dulunya rawan perampokan. Bajak laut itu benar adanya dan saya pernah mengalami sendiri dirampok. Beruntungnya gaji kami yang belum sempat kami terima diganti perusahaan. Cuma ada beberapa teman saya yang jadi stres dan trauma akibat kejadian itu,” kenang Miftakhul.

Tahun 2002, Miftakhul nyaris saja dirompak Abu Sayyaf, kelompok bersenjata yang terkenal kejam di Filipina bagian selatan. Kelompok itu kerap melakukan penculikan dan menyerang warga sipil, termasuk tentara.

Bacaan Lainnya

”Saya membawa kapal tugboat muatan batu bara dari Banjarmasin menuju Filipina. Ada tiga kapal yang berangkat bersama. Saat itu kapal yang saya bawa kandas, sehingga harus menunggu air pasang. Dua kapal yang dibawa teman saya sudah berangkat duluan sehingga selisih perjalanan satu hari,” ujarnya.

Di tengah perjalanan, dia mendengar lewat radio bahwa teman-temannya ditangkap kelompok Abu Sayyaf. Dia lalu mengubah jalur agar tak jadi korban serupa. ”Semua terjadi atas kehendak Allah. Jika kapal saya tidak kandas, mungkin saya juga akan mengalami pengalaman pahit dirampok untuk kedua kalinya,” ujarnya.

Baca Juga :  Pengakuan Dusta Penjual Anak di Kapuas

Dari risiko pekerjaan menjadi pelaut, Miftakhul mendapatkan bayaran yang setimpal. Berkali-kali lipat dibandingkan menjadi seorang PNS. Pekerjaan menjadi pelaut akhirnya ia tinggalkan demi ketenangan hidup berkumpul dengan keluarga meski dengan penghasilan yang standar.

”Dulu istri mendaftarkan saya sebagai PNS tanpa sepengetahuan saya dan lulus. Saat itu usia saya hampir 35 tahun. Saat wawancara saya kaget, gaji yang saya terima di Arab Saudi yang mencapai Rp60 juta per bulan, harus saya lepaskan untuk menjadi PNS yang dulu hanya menerima gaji Rp800 ribu per bulan,” ujarnya.

Penghasilan yang merosot berkali lipat sempat membuatnya berat mengambil keputusan. ”Ini keputusan yang berat dan cukup mengagetkan, tapi saya berpikir mungkin inilah jodoh saya. Secara mental saya lebih siap dari teman-teman yang lain, karena di Jakarta sudah punya rumah. Istri juga lebih dulu PNS, sehingga saya yakin dengan penghasilan yang ada itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga saya,” ucapnya yang memiliki rumah di wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara.



Pos terkait