Faisal menuturkan, miras tersebut didistribusikan ke berbagai daerah, terutama Kotim. Pabrik yang digerebek dinilai ilegal, meskipun terdapat segel dalam kemasan minuman tersebut.
”Saya pastikan pabrik ini tak berizin. Sudah lama beroperasi. Kami mencegah terjadi hal-hal tak diinginkan,” katanya.
Dari pengakuan Amin, lanjutnya, ragi disiapkan untuk fermentasi dan dimasukkan ke dalam drum hingga menguap dan diberi gula, lalu dibiarkan 15 hari. Sampai dilakukan penyulingan dan miras itu bisa diedarkan. Dalam sebulan, pendapatan kotornya mencapai Rp 30 juta dengan bersih Rp 15 juta. Dia bisa meraup untung Rp 8 juta. Bisnis haram itu dijalankannya sudah tujuh tahun ini.
”Banyak pelanggan dan keuntungan per bulan tak menentu, tapi jika ada pesanan baru dibuatkan. Sehari bisa memproduksi belasan dus miras dan terkadang yang membeli mencapai puluhan dus. Saya tidak tahu mereka dari mana. Sudah minta izin, tapi tidak diberi dan produksi ini sudah tujuh tahun,” katanya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 204 KUHP, 62 jo Pasal 8 UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Eko menambahkan, langkah tersebut sebagai bentuk komitmen kepolisian dalam memberantas kejahatan dan antisipasi gangguan tindak kriminalitas di wilayah Kalteng. Masyarakat dapat melaporkan kepada petugas jika menemukan atau mengetahui adanya peredaran miras tak berizin.
”Kami mengimbau masyarakat dapat menginformasikan jika mendapati peredaran miras ilegal, karena ini sangat merugikan. Kami tidak akan pandang bulu dalam bertindak,” tegasnya. (daq/ign)