Lahan perusahaan yang berbatasan dengan objek itu kini sudah tidak terurus. Bahkan, jadi objek panen massal karena sudah tidak ada pengelolanya.
Dalam persidangan, keterangan enam orang saksi yang dihadirkan untuk meringankan terdakwa dalam keterangannya membenarkan lahan itu sejak tahun 2008 hingga saat ini memang dikuasai ibu terdakwa. Saksi itu mulai dari penjaga kebun, tukang panen, dan tukang tebas.
Penasihat hukum terdakwa, Ornela Monty dan Abdul Kadir mengatakan, perkara yang menyebutkan pihak perusahaan sebagai pelapor pun tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.
Tidak hanya itu, ketika mereka meminta agar JPU membuka data HGU perusahaan, juga tidak bisa ditunjukan.
”Ternyata lahan itu disita Satgas PKH dan tidak pernah ada perizinan di situ. Artinya, klien kami harus dibebaskan dari segala tuntutan dan dakwaan karena bukti fisik, bukti surat kepemilikan memang milik orang tuanya sejak lama,” tegas Ornela.
Parahnya lagi, barang bukti berupa buah kelapa sawit itu yang seharusnya berjumlah 30 janjang saat ditangkap, justru bertambah menjadi 75 janjang. Tindakan itu memperkuat aroma kriminalisasi terhadap dua warga tersebut.
Selain itu, kata Ornela, selama proses persidangan, saksi yang dihadirkan hanya dari satpam perusahaan. Padahal, seharusnya manajemen perusahaan, karena berkaitan dengan perizinan perkebunan tersebut.
Agenda persidangan pun dilanjutkan pekan mendatang dengan pembacaaan tuntuan dari JPU Kejari Seruyan. ”Sidang kami tunda dan kami lanjutkan pekan mendatang dengan agenda tuntutan,” kata Abdul Rasyid, Ketua Majelis Hakim perkara tersebut. (ang/ign)