Vonis Hakim, Koruptor Desa Dapat Hukuman Lebih Ringan

Kasus korupsi penyalahgunaan anggaran Desa Bunut Kecamatan Bulik Kabupaten Lamandau telah mencapai puncaknya
Ilustrasi. (net)

NANGA BULIK – Kasus korupsi penyalahgunaan anggaran Desa Bunut, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau telah mencapai puncaknya. Kemarin (21/1), Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya telah memvonis masing-masing terdakwa dengan  pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan , serta denda Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara.

Khusus terdakwa Juhriman, dikenakan uang pengganti Rp 228,5 juta subsider 6 bulan penjara. Kedua terdakwa, yakni mantan Kades Bunut Edi Haryono dan mantan bendahara Juhriman menyatakan menerima putusan ini. Namun, hakim masih memberikan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir.

Bacaan Lainnya

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, karena sebelumnya mereka dituntut jaksa penuntut umum dengan hukuman masing-masing dua tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi yang dituduhkan.

Mereka dijerat pidana Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga :  Ben Brahim Disebut Kuras Kas PDAM, Minta Upeti ke Perusahaan, PNS, hingga Instansi

Korupsi anggaran Desa Bunut mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Palangka Raya sejak 26 Oktober 2021. Persidangan digelar secara virtual.

Plt Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Lamandau Okto Silaen mengatakan, terdakwa Edi Haryono tidak melaksanakan sebagian kegiatan yang dianggarkan dalam APBDesa Bunut Tahun Anggaran 2019, namun melakukan penarikan dari kas desa yang kemudian menimbulkan realisasi penggunaan dana desa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Hal itu bertentangan dengan Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang menyatakan Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Selain itu, bertentangan dengan Pasal 29 Huruf b dan Huruf f UU RI Nomor 6/2014 tentang Desa yang menyatakan, kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan/atau golongan tertentu dan dilarang melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/ atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.



Pos terkait