Cornelis menilai, kebijakan transmigrasi justru memindahkan masalah kemiskinan dan pengangguran dari luar daerah ke Kalteng.
”Pemerintah daerah akhirnya terbebani, karena kemiskinan yang dikirim. Pengangguran yang datang. Lalu, kapan pemerintah bisa menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran di daerah ini,” ucapnya.
Dia juga menyesalkan ketidakadilan dalam prioritas pembangunan. Cornelis menyebut banyak pemuda lokal, khususnya Dayak, yang telah menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi, namun tetap menganggur.
”Percuma orang tua menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi, tapi setelah lulus malah menganggur. Ini yang kami maksud. Sejahterakan dulu rakyat lokal. Baik itu orang Dayak, Banjar, atau Melayu. Beri mereka kesempatan dulu. Baru pikirkan untuk mendatangkan warga dari luar,” tegasnya.
Penolakan transmigrasi, menurut Cornelis, merupakan bentuk perlawanan atas ketimpangan pembangunan dan perhatian pemerintah. Dia berharap pemerintah lebih bijak dan mendengar suara rakyat.
”Harapan kami sederhana. Keadilan. Jangan hanya memindahkan masalah, tapi benar-benar hadir untuk mensejahterakan rakyat Kalimantan Tengah,” katanya.
Aksi itu direspons Pemprov Kalteng dengan menerima perwakilan peserta aksi untuk audiensi. Massa ditemui Asisten I Setda Kalteng Herson B Aden, Kepala Biro Hukum Maskur, Kadis Kesbangpol Katma F Dirun, dan Kadisnaker Farid Wajdi. (daq/ktr-1/ign)