Warga Lokal Teriakkan Ketidakadilan, Transmigrasi Kembali Picu Gejolak di Kalteng

aksi tolak transmigrasi
TEGAS MENOLAK: Ketua Aliansi Dayak Bersatu (ADB) Megawati saat menyuarakan penolakan terhadap program transmigrasi di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian, Senin (4/8/2025).

PALANGKA RAYA, radarsampit.com – Gaung penolakan terhadap program transmigrasi kembali disuarakan. Kali ini datang dari ratusan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Dayak Bersatu (ADB).

Mereka menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Palangka Raya, Senin (4/8/2025).

Bacaan Lainnya


Massa yang membawa spanduk, bendera ormas, serta perlengkapan ritual adat tersebut, menolak program pemerintah pusat tersebut dilaksanakan di Kalteng karena tak ingin sumber daya alam dieksploitasi tanpa keberpihakan pada kesejahteraan masyarakat adat.

”Kami menolak keras keberlanjutan program transmigrasi dan menuntut agar kebijakan tersebut dialihkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal yang masih tertinggal,” kata Megawati, Ketua ADB.

Pihaknya menolak transmigrasi, karena adanya kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dengan peserta transmigrasi.

Apalagi terkesan warga transmigran terkesan diistimewakan dengan berbagai fasilitas yang diterima.

Baca Juga :  Koruptor Proyek Air Bersih Transmigrasi di Lamandau Hanya Dituntut 2 Tahun Penjara

”Masyarakat lokal sendiri tidak pernah mendapat perlakuan yang seperti itu. Maka, kami tak ingin terjadi gangguan ekosistem akibat ada pembukaan lahan,” tegas Megawati.

Menurutnya, aksi itu mencerminkan semangat masyarakat adat Dayak menyuarakan aspirasi mereka secara damai dan demokratis.

Selain itu, bagian dari proses penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin undang-undang.

Wakil Ketua I ADB Cornelis menambahkan, program transmigrasi selama ini justru menambah persoalan sosial baru di daerah, bukan membawa solusi.

”Yang namanya transmigrasi itu, yang dikirim adalah penduduk miskin dari luar daerah. Mereka tidak punya pekerjaan, tidak punya lahan, dipindahkan ke sini. Tapi, kenyataannya, saat mereka datang ke Kalimantan, mereka langsung dapat rumah, lahan, bahkan dijamin hidupnya dua tahun,” katanya.

Menurut dia, janji manis pemerintah hanya akal-akalan belaka. Dia mempertanyakan lokasi Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang benar-benar sukses di Kalteng.

”Tanah yang disediakan untuk ditanam, mana? Sampai sekarang saya tidak pernah melihat ada yang berhasil. Kebanyakan setelah bantuan habis, mereka malah urbanisasi ke kota cari kerja. Rumah-rumah yang mewah di UPT itu pun bukan hasil dari tanah garapan mereka, tapi hasil kerja di kota,” katanya.



Pos terkait