Warga Tanjung Rangas II Laporkan Kadesnya, Ternyata Ini Penyebabnya

dugaan korupsi
ilustrasi korupsi/Jawa Pos

KUALA PEMBUANG, radarsampit.com – Kepala Desa Tanjung Rangas II, Kecamatan Danau Seluluk, Kabupaten Seruyan, dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah oleh sejumlah warga yang menuntut keadilan atas dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang berlangsung sejak tahun 2019.

Didampingi kuasa hukum, Jefriko Seran, warga Tanjung Gangas II ini melayangkan laporan pada Kamis (19/6) lalu, menyusul kekecewaan mendalam terhadap transparansi dan pelaksanaan program desa yang bersumber dari dana negara.

Bacaan Lainnya
Gowes Kemerdekaan

“Selama 6 tahun, masyarakat tidak merasakan manfaat dari berbagai program desa. Mulai dari sektor pertanian, peternakan, hingga pengadaan inventaris. Semuanya tidak jelas juntrungannya,” kata Jefriko Seran, kepada awak media.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan adanya dugaan penahanan dan pemotongan bantuan langsung tunai (BLT) dari Pemerintah Provinsi. Menurutnya, bantuan baru disalurkan setelah warga melakukan aksi protes, itupun tidak utuh sebagaimana seharusnya.

Baca Juga :  Pemkab Seruyan Tegaskan Awasi Penyaluran BBM Bersubsidi

“Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal hak rakyat yang dirampas. BLT ditahan, lalu dibagikan sebagian setelah warga demo. Ini jelas pelanggaran,” tegasnya.

Selain itu, dalam laporan disebutkan pula bahwa proses pengadaan barang dilakukan secara sepihak oleh kepala desa tanpa melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) maupun perangkat desa lainnya, bertentangan dengan mekanisme yang berlaku.

“TPK hanya dijadikan formalitas. Mereka tidak pernah dilibatkan dalam pengadaan, tapi diminta tanda tangan laporan. Yang memesan, menunjuk tukang, dan membayar semua dilakukan oleh kepala desa sendiri,” terang Jefriko.

Salah satu proyek yang menjadi sorotan adalah pengadaan 5 ekor sapi senilai Rp84 juta. Alih-alih mendapatkan sapi indukan sesuai rencana, warga justru menerima sapi kurus, bahkan ada yang mati.

Proyek pengadaan bibit sawit sebanyak 5.000 batang juga turut dipertanyakan karena tak jelas keberadaannya.

Merasa suara mereka tak digubris oleh pihak kecamatan dan kepolisian setempat, warga akhirnya memilih langsung melapor ke Kejati Kalteng.



Pos terkait