Penanganan dilakukan dari sisi pengaturan operasional maupun prasarana jalur KA. KAI juga berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mempercepat proses perbaikan.
Banjir Terparah sejak 2006
Jawa Pos Radar Trenggalek melaporkan, banjir kemarin (18/10) merupakan yang terparah setelah 2006 atau 16 tahun lalu. Kondisinya pun nyaris sama. Pusat kota dikepung air berwarna cokelat.
’’Hingga kemarin (Senin, 17/10, Red), curah hujan terpantau sekitar 200 mililiter per detik. Artinya, kondisinya lebih parah ketika banjir bandang 2006,’’ ungkap Bupati Trenggalek Moch. Nur Arifin.
Banjir juga menggenangi area RSUD dr Soedomo. Ketinggian air mencapai 1 meter lebih. Alat kesehatan (alkes) dan peralatan lain di lantai 1 harus dievakuasi seluruhnya. Begitu juga pasien yang rawat inap. ’’Ketika air masuk, semuanya telah dievakuasi ke lantai 2, 3, dan 4,’’ ungkap Sujiono, humas RSUD dr Soedomo Trenggalek.
Sementara itu, proses evakuasi masyarakat di perkampungan sekitar RSUD juga terus dilakukan petugas gabungan. ’’Banjir ini terjadi karena luapan Sungai Ngasinan,’’ ungkap Kepala Satpol PPK Trenggalek St. Triadi Atmono.
Warga terdampak yang rumahnya belum bisa ditempati akan diungsikan ke beberapa tempat penampungan. Lokasi yang disiapkan, antara lain, kantor Kecamatan Trenggalek dan GOR Sumbergedong. ’’Selain mendirikan posko untuk lokasi pengungsian, kami membuka posko pusat informasi bencana di pendapa. Semoga nanti tidak ada korban,’’ jelasnya.
Regu penolong juga sempat mengevakuasi bayi berumur 7 bulan di Desa Pogalan. Suparni, kepala Desa Pogalan, mengatakan bahwa proses evakuasi menggunakan perahu karet. ’’Alhamdulillah bisa selamat setelah dua jam petugas melakukan evakuasi menggunakan perahu karet,’’ ucapnya.
Suparni menambahkan, ayah balita tersebut sedang sakit. Karena itu, dia tidak bisa mengevakuasi anaknya dari banjir yang ketinggiannya mencapai 2 meter. Arusnya pun deras. ’’Awalnya warga tak menyangka air bisa setinggi itu. Pada waktu subuh, air semakin naik dan banyak warga yang mengungsi,’’ tambahnya.
Bencana Hidrometeorologi Basah
Selama seminggu terakhir atau 10–16 Oktober 2022, setidaknya telah terjadi 76 kali bencana hidrometeorologi basah, yakni banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor. Jumlah tersebut merupakan rekor baru.