Terpisah, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Kalteng Elijas B Tjahajadi mengatakan, persoalan pertanahan di Kalteng cukup banyak. Pihaknya apresiasi kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan mafia tanah.
”Melalui kasus Goening Sius ini kita melihat verklaring milik tersangka palsu. Kami selaku lembaga administrasi pertahanan yang mencatat kesesuaian terkait tanah diharapkan jadi titik awal agar layanan pertanahan lebih sehat,” ujarnya.
Elijas menekankan, dalam undang-undang agraria tidak dikenal namanya verklaring. Hal itu juga menjadi kerancuan dan membuat urusan tanah di Kalteng tak sehat.
”Kata kuncinya satu, tanah itu harus dikuasai dan dimanfaatkan biar ada nilai ekonomis,” katanya.
Madie sebelumnya diduga melakukan pemalsuan surat pertanahan. Dokumen yang diduga palsu berupa Verklaring Nomor 30/1960 tertanggal 30 Juni. Ukuran lahannya 810 hektare di Jalan Hiu Putih Palangka Raya. Dasar itulah yang digunakan untuk menjual tanah kepada orang lain.
Selain meringkus Madie, polisi juga mengamankan barang bukti berupa fotokopi legalisir surat Verklaring atas nama tersangka yang ditandatangani Kepala Kampung Pahandut Abdul Ini, Damang Kepala Adat Kahayan tengah F Sihay, dan Asisten Wedana Kahayan Tengah JM Nahan.
Kemudian, selembar legalisir surat wasiat dari Goening Sius kepada Madie tanggal 14 April 1978 yang diketahui Kepala Kampung Pahandut Basran Asmail dan atas nama Camat Pahandut M.P.P.C.W. Adam. Lokasi lahan yang diklaim tersangka, dari data overlay bidang tanah yang terdaftar di Kantor BPN Kota Palangka Raya seluas 230 hektare dari 810 hektare yang diklaim, diperoleh data sebanyak 1.598 tipe hak yang terdaftar dengan rincian, 1,544 sertifikat hak perorangan, 19 sertifikat hak atas nama Pemprov Kalteng, dan 35 peta bidang. (daq/ign)