”Anakku menderita difitnah, disiksa, dianiaya. Ohhh tolong panglima TNI. Bantu kami,” pintanya. Serupa dengan seluruh keluarga lainnya, Rosti ingin kasus yang menyeret nama Irjen Ferdy Sambo itu diselesaikan.
Lemas tubuhnya, kalut pikirannya, tidak lantas membuat Rosti lupa. Bahwa Yosua adalah anak yang begitu dia kasihi. Dia didik, dia bersarkan dengan penuh kasih sayang. Hingga bisa menjadi seorang abdi negara di tubuh Polri.
”Aku mengandung, mengasuh anakku. Tulus, tulus anakku lakukan tugas. Tolong bantu, tolong anakku,” imbuhnya. Jeritan Rosti di proses ekshumasi menunjukkan betapa dirinya masih sangat terluka.
Hanya suami, anak, dan keluarga dekat yang bisa menjadi penguat. Menjadi pelipur lara bagi Rosti. Roslin Simanjuntak, adik Rosti, mengaku bahwa ibunda Yosua itu yang paling terakhir mengetahui temuan sejumlah luka di tubuh Yosua. Keluarga besarnya sepakat tidak memberitahu Rosti. ”Kami menjaga, karena ibunya (Brigadir Yosua) masih syok,” imbuhnya. Namun, tetap saja Rosti akhirnya tahu. Dia mendengar dan melihat berita.
Dari sana Rosti kemudian bertanya. Benarkah luka-luka itu ada? ”Baru dua hari (sebelum ekshumasi) kami lihatkan. Nangis lah dia,” ucap Roslin. Sebelumnya, Rosti hanya melihat luka-luka yang ada di wajah Yosua. Dia tidak melihat langsung luka-luka lain di tubuh putra kedua dari empat bersaudara itu. Tidak heran, begitu tahu pikirannya langsung ke mana-mana. Dia yakin Yosua tidak meninggal dunia akibat baku-tembak.
Tidak hanya ketika ekshumasi berlangsung, setelah otopsi dilakukan dan jenazah akan dimakamkan kembali, Rosti lagi-lagi histeris. Pun demikian saat pemakaman Yosua dilakukan kemarin sore. Rosti kembali berteriak dan meminta tolong agar peristiwa yang menyebabkan putranya meninggal dunia diungkap sampai tuntas. Serupa Rosti, adik bungsu Yosua yang juga berdinas di Polri tidak kuasa menahan air mata. Dalam proses pemakaman itu, sang adik tampak menitikkan air matanya. (syn/jpg)