”Kalau diproses hukum, jangan hanya sampai pada operator atau orang lapangan saja. Harus bisa menyeret siapa yang ikut bermain dan dalangnya. Mengacu UU Minerba, sanksinya untuk aktivitas penambangan ilegal sangat berat. Selain tidak membayar retribusi ke daerah yang mengakibatkan kerugian keuangan, juga menimbulkan kerusakan alam karena tidak dilakukan reklamasi,” katanya.
Berdasarkan keterangan warga Desa Bukit Raya sebelumnya, penambangan galian C di wilayah itu diperkirakan telah berjalan selama sepuluh tahun lebih. Aktivitas itu meninggalkan lubang besar bekas dikeruk menggunakan alat berat.
Menurut warga desa yang meminta namanya tak disebutkan, penambangan itu bukan hanya dilakukan satu orang, melainkan ada di sejumlah titik. Selama ini, kebutuhan tanah latrit di perkebunan hingga proyek swasta dan pemerintahan, banyak mengambil dari lokasi tersebut.
Sementara itu, Camat Cempaga Hulu Ubaidillah mengatakan, hasil temuan tim terkait galian C di wilayahnya akan disampaikan pemerintah daerah. Pihaknya bersama tim telah melakukan cek kelapangan untuk mengambil titik koordinat areal penambangan galian C tersebut.
”Kewenangan menyampaikan hasil temuan itu ada di pemerintah daerah. Kami bersama pemerintah desa sifatnya hanya mendampingi tim saja,” ujarnya.
Sebagai informasi, ada sekitar dua aktivitas penambangan galian C di Cempaga Hulu. Kedua lokasi itu merupakan tambang latrit atau tanah merah. Galian C tersebut banyak dipasok ke perkebunan, termasuk proyek pemerintah.
Sebelumnya, penambangan galian C di tengah hutan Desa Bukit Raya tersebut dihentikan paksa. Lokasi penambangan disegel oleh tim yang disebut-sebut dari Markas Besar Intelijen TNI Angkatan Darat.
Operasi penyegelan guna menghentikan aktivitas itu dilakukan secara senyap tanpa sepengetahuan aparatur pemerintahan setempat. Tim tersebut turun langsung ke lokasi. Ada dua titik yang dipasang perimeter pembatas.(ang/ign)