”Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di Kabupaten Sidoarjo,” terang Nurul Ghufron.
Dalam OTT tersebut, dia menambahkan, diamankan uang tunai Rp 69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar pada 2023.
Para pihak tersebut berikut barang bukti dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati. Tak hanya itu KPK mengamankan sejumlah ASN dan pegawai bank terkait dugaan korupsi tersebut.
Ghufron menerangkan, kasus tersebut berawal pada 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp 1,3 triliun. Atas perolehan tersebut ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.
Namun Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut.
Permintaan potongan dana insentif itu disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi, di antaranya melalui percakapan WhatsApp.
Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima. Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir setiap bendahara yang telah ditunjuk di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Khusus pada 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar. Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp 69,9 juta yang diterima SW akan dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.
Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.(jpc)