”Untuk memberantas korupsi dalam bentuk suap, hukuman harus diberikan setimpal kepada kedua belah pihak, penyuap maupun yang disuap,” katanya.
Selain itu, untuk penyadaran terhadap masyarakat tentang buruknya tindakan penyuapan, hendaknya dilakukan pendekatan komprehensif. Karena sifatnya yang resiprokal, pengendalian terhadap segala bentuk penyuapan harus dimulai bukan hanya dari pejabat pemerintah, tetapi juga dari kalangan pengusaha atau masyarakat yang sering berhubungan dengan lembaga pemerintah.
Wahyudi menuturkan, pendekatan hukum perlu terus ditunjang dengan pendekatan budaya. Reformasi birokrasi sejauh ini belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Selain itu, pembenahan aparat publik sampai saat ini masih belum mengedepankan unsur budaya.
”Dengan menelusur budaya upeti yang mengakibatkan meluasnya penyuapan di Indonesia, kita bisa melihat betapa pentingnya menyentuh aspek budaya birokrasi kita,” katanya.
Sementara itu, dia menambahkan, untuk memperbaiki birokrasi publik yang penuh dengan borok korupsi, generasi penerus aparatur pemerintah perlu disiapkan sejak dini. Pendidikan budi-pekerti yang menjelaskan tentang apa fenomena suap dalam kehidupan sehari-hari dan mengapa itu mengandung implikasi serius bagi kemajuan bangsa perlu terus digalakkan. (tim/ign)