”Tak jarang pelaku kekerasan pada anak adalah dulunya seorang korban,” tambahnya.
Dia melanjutkan, data statistik menunjukkan 95% tenaga prostitusi, 59% wanita di penjara, 60% ibu remaja merupakan korban kekerasan seksual anak. Untuk itu, diperlukan pencegahan dengan mengenali faktor risiko, baik dari anak, orang tua, maupun lingkungan.
Anak dengan usia muda, tambahnya, berjenis kelamin perempuan dan berstatus anak tiri, lebih berisiko menjadi korban. Melihat aspek orang tua tunggal, menderita gangguan mental, miskin, dan ketergantungan obat-obatan terlarang berisiko tinggi menjadi pelaku KSA. Termasuk apabila korban dan pelaku tinggal di lingkungan yang rentan konflik dan kekerasan.
Untuk mencegah kekerasan seksual anak, dia menyarankan orang tua mengenalkan anggota tubuh sejak dini pada anak. Anak diberi penjelasan mengenai perbedaan alat kelamin perempuan dan laki-laki. Diberi penjelasan mengenai sentuhan baik dan buruk. Sentuhan baik atau boleh adalah sentuhan yang tidak menyakiti dan membuat nyaman.
”Bagian yang boleh disentuh adalah dari bahu ke atas dan dari lutut ke bawah, contohnya bersalaman dan mengusap kepala. Berbeda dengan sentuhan yang buruk atau tidak boleh, adalah sentuhan yang membuat anak sakit, takut, dan marah. Bagian yang tidak boleh disentuh adalah area yang tertutup oleh baju renang mulai dari paha, dada, bagian dekat kemaluan, dan mulut,” jelasnya.
Dia melanjutkan, terdapat satu jenis sentuhan, yakni membingungkan, tidak menyakiti tapi membuat risih/jijik. Biasanya muncul di area antara bahu dan lutut. Terutama jika sentuhan ini menunjukkan kasih sayang dan nafsu. Bermula dari mengelus kepala, memeluk-meluk, kemudian meraba bagian tubuh dari bawah bahu sampai atas lutut. (sir/ign)