Hutan Alam Kalimantan Selatan Terancam Makin Digerogoti Program Biomassa Kayu

deforestasi
ILUSTRASI. Gambaran deforestasi hutan dan lahan demi mencapai target bauran energi dari biomassa kayu. (dok. FWI)

Dalam kajian Trend Asia, dibutuhkan lahan seluas hingga 2,33 juta Ha atau 35 kali luas Jakarta untuk disulap menjadi HTE dalam rangka menyuplai PLTU co-firing. Hal ini akan memicu ancaman deforestasi dan konflik lahan.

Kajian Trend Asia membantah klaim netral karbon dari program co-firing, karena 52 PLTU yang membutuhkan 10,2 juta ton biomassa, diperkirakan menghasilkan net emisi 26,48 juta ton karbon dari proses produksi biomassa. Emisi karbon dari produksi biomassa dihasilkan oleh deforestasi dari pembukaan HTE yang tidak akan terbayar dari proses penanaman tanaman energi.

Bacaan Lainnya

“Transisi energi melalui biomassa kayu sebagai sumber energi yang dianggap terbarukan, adalah aksi greenwashing, yang justru hanya akan menguntungkan korporasi batubara dan korporasi kehutanan. Emisi yang dihasilkan dari produksi dan pembakaran biomassa menjadi bukti bahwa biomassa bukan pilihan untuk transisi menuju energi bersih. Bagi korporasi, ini merupakan kesempatan untuk melakukan ekspansi yang akan memperbesar ketimpangan penguasaan lahan,” kata Manajer Program Biomassa Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani.

Baca Juga :  Dorong Pertumbuhan Industri, Energize Tahap II PLN Suplai 18,58 MVA PT SMART Tbk

Pengembangan HTE selama ini juga berdampak buruk pada masyarakat adat, seperti masyarakat Marind di Merauke dan masyarakat adat Mentawai. Masyarakat adat Dayak di Kalimantan Selatan, yang sudah lama terpojok di tanah mereka sendiri, juga akan berada di bawah ancaman.

“Transisi energi harusnya mengeksklusi jenis energi yang merupakan solusi palsu mengatasi krisis iklim, dan mendorong solusi energi terbarukan dari komunitas, supaya terwujud transisi energi berkeadilan,” imbuh Amalya.

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan, Kisworo mendorong pemerintah untuk segera melakukan review dan audit perizinan industri ekstraktif di Kalimantan Selatan, termasuk tiga perusahaan PBPH HTE, sebagai upaya untuk melindungi hutan Kalimantan Selatan yang sudah tidak mampu menampung izin baru.

“Pemerintah harusnya fokus merehabilitasi kerusakan hutan dan lahan serta mewujudkan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkeadilan, bukan malah menambah kerusakan hutan dan lahan dan mengancam keselamatan rakyat yang sudah hidup di dalam dan di luar kawasan hutan,” tuturnya.



Pos terkait