Menurutnya, saat ini kondisi Kotim memang dalam keadaaan tidak baik. Konflik dengan masyarakat lokal cenderung bisa meledak sewaktu-waktu. Apalagi tahun depan sudah memasuki tahun politik, sangat rawan celah konflik itu dipolitisasi dan jadi tunggangan oknum tertentu untuk memperkeruh suasana.
”Konflik terjadi di seluruh wilayah Kotim, hal ini menurut saya disebabkan beberapa hal, di antaranya data kepemilikan lahan kebun maupun sawah, tidak terdata atau terarsip dengan baik oleh pemerintah desa, kecamatan, hingga BPN Kotim. Di samping itu, banyak oknum yang terlibat ambil bagian dan ambil kesempatan dalam situasi ini, serta tidak komprehensifnya penyelesaian sengketa lahan,” katanya.
Dia mendorong adanya proses penyelesaian sengketa antara masyarakat lokal dengan investasi. Pasalnya, bagaimanapun masyarakat lokal sudah sejak lama hadir di situ. Dia mendorong agar sesegera mungkin pemerintah daerah bisa mengambil alih penyelesaian sengketa.
”Sepengetahuan saya, penyelesaian konflik lahan di Kotim lebih banyak diselesaikan secara parsial, sehingga kasus ini tidak bisa selesai sepenuhnya. Contohnya, berdasarkan SK yang diterbitkan KLHK di Kotim, ada beberapa PBS merambah hutan produksi tanpa izin pemerintah sekitar 270 ribu hektare lebih, penyelesaiannya juga tak jelas. Coba hal ini dituntaskan di kabupaten saja dan menjadi hak kabupaten pengelolaannya, untuk peningkatan PAD,” katanya. (ang/ign)