Sutradara film Arfan Sabran mengatakan, langkah ini sebagai wujud komitmen untuk membantu perjuangan memperoleh hak waris bagi masyarakat adat, yakni hutan adat. Sebab, hutan merupakan jantung dan paru-paru kehidupan.
”Fokus ke hutan adat, karena masyarakat adat garda terdepan dalam perlindungan hutan adat. Ini apresiasi saya bagi perjuangan beliau. Ada banyak hal yang bisa diangkat. Salah satunya tentang pentingnya mengurus hutan adat. Film ini bukan hanya tentang perjuangan mempertahankan hutan adatnya, tetapi juga terkait permasalahan lingkungan hidup di Indonesia,” ujarnya.
Dia mengaku ingin memperlihatkan semangat pantang menyerang Iber dalam mempertahankan hutan adat, walaupun tidak sepenuhnya mendapat dukungan. Selain itu, film tersebut juga membuka mata masyarakat untuk melindungi dan melestarikan hutan adat di seluruh Indonesia.
Film ”The Flame”, lanjutnya, mampu mengedukasi masyarakat terkait isu lingkungan hidup, terutama hutan adat yang kian punah. ”Semoga dengan langkah ini semakin banyak hutan adat diakui dan pelestarian hukum adat terus dijaga sepanjang masa,” katanya.
Sementara itu, Greenpeace Indonesia Arie Rompas mengatakan iklim saat ini sedang tidak bersahabat. Salah satunya karena deforestasi atau penggundulan hutan.
”Kita dipenuhi bencana kebakaran hutan dan banjir. Saya menilai pelakunya korporasi besar. Melalui film ini kita lihat masyarakat berjuang mempertahankan hutan. Perjuangan itu panjang dan saat ini krisis iklim di depan mata. Negara harus memastikan perubahan itu tak terjadi dan menghentikan deforestasi,” tandasnya. (daq/ign)