PALANGKA RAYA – Mantan Camat Katingan Hulu Hernadie dinilai menjadi korban kriminalisasi dalam pengerjaan proyek jalan antardesa sepanjang 43 kilometer di wilayah itu. Di sisi lain, proyek yang dikerjakan disebut sebagai tindak lanjut dari imbauan Bupati Katingan Sakariyas untuk membuka keterisolasian desa.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Hernadie, Haruman Supono, kepada Radar Sampit, Selasa (9/11). Dia juga membantah kliennya memaksa sebelas kades untuk mengalokasinya dana desa sebesar Rp 500 juta dalam pengerjaan proyek tersebut. Sebaliknya, para kades itulah yang harusnya dipidana.
”Apa yang disebut JPU (Jaksa Penuntut Umum) dalam kutipan dakwaan itu seluruhnya tidak benar,” ujarnya.
Haruman mengatakan, proyek jalan tersebut dibangun dari Tumbang Senamang menuju Desa Kiham Batang. Sebelas desa yang mengalokasikan anggaran untuk pembangunannya, yakni Desa Kiham Batang, Rantau Bahai, Sei Nanjan, Tumbang Kuai, Kuluk Sapangi, Dehes Asam, Tumbang Sabayan, Rangan Kawit, Rantau Puka, Tumbang Salaman, dan Desa Telok Tamoang.
Menurutnya, pembangunan jalan itu merupakan ide, gagasan, dan anjuran Bupati Katingan yang mengimbau untuk membuka keterisolasian sebelas desa tersebut. ”Hal itu berkali-kali dituangkan (disampaikan, Red) dan terakhir pada Desember 2019 di Rujab Camat Katingan Hulu,” ujar pengacara pimpinan dari Law Firm Scorpions ini.
Dia menambahkan, kliennya tidak pernah memaksa kepala desa membangun jalan tersebut. Surat Perjanjian Kerja (SPK) maupun nota kesepakatan ditandatangani sebelas kepala desa tanpa paksaan. ”Tidak pernah mengumpulkan uang dengan kepala desa seperti dalam berita,” imbuhnya.
Dia menuturkan, kesepakatan membangun jalan disaksikan Ketua BPD dan staf dari tim verifikasi kecamatan. Terkait pelaksana pekerjaan yang sebelumnya disebut ditunjuk langsung Hernadie, dinilai tidak benar. Kontraktor proyek tersebut ditunjuk para kades secara langsung.
”Camat hanya menyampaikan imbauan, anjuran, dan ide Bupati Katingan,” katanya lagi menegaskan.
Dana sebesar Rp 2,1 miliar yang dituding sebagai kerugian negara, lanjut Haruman, merupakan pembayaran yang seharusnya diterima kontraktor, Haji Asang Triasha. Di sisi lain, jumlah dana itu tak sesuai total setoran kades yang harusnya mencapai sekitar Rp 4 miliar lebih.