Membangun Madura yang Responsif: Kepemimpinan Adaptif dalam Tantangan Zaman

Agung Nur Wibowo, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
Agung Nur Wibowo, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Di Sumenep, muncul gerakan koperasi nelayan yang memanfaatkan platform digital untuk memperluas pasar hasil tangkapan laut. Namun, inisiatif seperti ini masih bersifat tidak teratur belum menjadi gerakan kolektif lintas wilayah.

Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan wilayah yang mampu memperkuat berbagai potensi lokal menjadi kekuatan bersama. Kepemimpinan ini tidak bisa berjalan sendiri, tetapi memerlukan ekosistem tata kelola yang terbuka, akuntabel, dan berbasis data.

Pada zaman digital saat ini, keterbukaan dan penyebaran informasi yang cepat merupakan faktor penting untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Selain itu, kepemimpinan di Madura juga harus mampu menghubungkan nilai-nilai tradisi dengan tuntutan modernisasi. Budaya lokal seperti “Buppa’, Babbu’, Ghuru” yang menekankan hormat pada otoritas, dapat menjadi kekuatan dalam membangun kesadaran kolektif, asal tidak terjebak pada feodalisme baru.

Seorang pemimpin yang adaptif tidak hanya memiliki visi strategis, tetapi juga memiliki kemampuan berkolaborasi dengan tokoh agama, adat, serta kelompok perempuan untuk merumuskan pembangunan yang inklusif berbagai kebutuhan masyarakat. Transformasi kepemimpinan di Madura juga harus mempertimbangkan peran diaspora Madura yang tersebar di berbagai kota besar, bahkan di luar negeri.

Baca Juga :  Bisakah Pemuda Berkecimpung ke Politik, atau Hanya Sekedar Fomo Saja?

Mereka bukan hanya sumber remitansi, tetapi juga jembatan pengetahuan, hubungan bisnis, dan pendukung kebijakan. Untungnya, kontribusi diaspora ini masih minim dilibatkan secara strategis dalam perencanaan pembangunan daerah.

Membangun madura yang responsif tentu tidak bisa hanya diserahkan kepada satu-dua tokoh atau kepala daerah. Namun, membutuhkan kerja sama yang solid antarwilayah kabupaten serta antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Pembangunan infrastruktur seperti Jembatan Suramadu dan jalan nasional harus diimbangi dengan pengembangan konektivitas sosial dan ekonomi.

Bertujuan untuk mengintegrasikan potensi antarwilayah pembangunan harus dilihat dari satu kesatuan wilayah strategis, bukan sebagai empat entitas administratif yang berjalan sendiri-sendiri.



Pos terkait