Menteri ATR-BPN Akui Maraknya Praktik Mafia Tanah, Beri Peringatan Jajaran di Daerah

Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bersama Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) Kotim
VIRTUAL: Bupati Kotim Halikinnor bersama sejumlah pejabat lainnya dan warga Desa Basirih Hulu mengikuti kegiatan penyerahan sertifikat untuk rakyat secara virtual di Kantor Diskominfo Kotim, Jumat (10/12). (HENY/RADAR SAMPIT)

Kebijakan pembebasan BPHTB, tambahnya, dapat memudahkan pemerintah daerah menjalankan program, seperti penataan tata ruang, ”Kalau BPHTB dibebaskan, kita dapat mengetahui berapa banyak tanah, milik siapa, di mana, karena sudah ada data pertanahan yang cukup detail,” katanya.

Dalam hal ini, Kementerian ATR BPN telah memiliki kebijakan sendiri dengan membuat BPHTB terutang bagi masyarakat yang mengurus sertifikat belum melunasi pembayaran BPHTB.

Bacaan Lainnya

Sofyan menambahkan, selama ini pihaknya memiliki kebijakan sendiri dengan membuat BPHTB terutang di waktu sertifikat dikeluarkan. ”Kalau masyarakat belum bayar BPHTB, kami tempel. Ternyata ada masalah lagi. Banyak masyarakat yang tidak mau ada utang. Bagi meraka itu beban. Ada keyakinan kalau meninggal, utang harus dibayar. Kalau belum dibayar, maka dipertanggungjawab di akhirat,” katanya.

Dia mengimbau kepala daerah agar membebaskan atau mengurangi biaya BPHTB, sehingga pengurusan sertifikat menjadi lebih mudah. ”Dengan adanya sertifikat, ada kepastian hukum, maka akan mengurangi konflik tanah. Masyarakat punya surat berharga untuk bisa pinjam uang di lembaga keuangan formal,” katanya.

Baca Juga :  ASTAGA!!! Belajarnya di Penjara, Lab Kitchen Napi Produksi Ekstasi Pakai Blender

Selama ini, lanjutnya, masyarakat kecil yang tidak memiliki sertifikat mengurus pinjaman uang kepada rentenir dengan bunga mahal hingga 200 persen per tahun.

”Begitu ada sertifikat, masyarakat bisa pergi ke bank, bisa pinjam KUR (kredit usaha rakyat, Red) dengan bunga 6 persen per tahun. Sebagai contoh, pinjam rentenir Rp 5 juta, enam bulan 100 persen, bunga harus dibayar Rp 5 juta. Kalau KUR, pinjam Rp 5 juta, bunga 6 persen artinya Rp 250 ribu per tahun. Ini sangat membantu masyarakat kecil mengembangkan usahanya,” katanya.

Sofyan menargetkan menerbitkan sertifikat di seluruh tanah di Indonesia agar tidak ada konflik di kemudian hari. ”Saya juga berterima kasih kepada insan BPN yang sudah bekerja keras mencapai target program PTSL,” katanya.

Dia juga berpesan agar masyarakat menjaga dan merawat tanah, serta hati-hati dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah. ”Di kota besar banyak terjadi praktik mafia tanah. Saya tidak tahu di provinsi lain, kemungkinan juga terjadi. Yang saya tahu, di kota besar mafia bergerak cepat. Makanya saya ingatkan agar sertifikat dijaga dan jangan dipinjamkan atau diberi ke orang. Jangankan uang, sertifikat juga bisa dipalsukan,” katanya.



Pos terkait