Plt. Direktur Penguatan dan Kemitraan, Infrastruktur Riset dan Inovasi, Salim Mustofa menyatakan pihaknya telah mengirimkan 15 personil dari Laboratorium Pengelolaan TMC dan Sekretariat Deputi Infrastruktur Riset dan Inovasi untuk menjalankan operasi TMC tersebut.
Budi menjelaskan, penerbangan sortie akan dilakukan dengan dukungan satu pesawat CASA 212-200 dari skuadron TNI AU Abdurrahman Saleh Malang. Sortie (misi penerbangan) akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Budi memperkirakan akan menerbangkan 2 hingga 3 kali sortie. Namun bisa bertambah jika pertumbuhan awan hujan juga tinggi.
Ia menjelaskan ada beberapa metode TMC yang dilakukan tergantung kondisi awan hujan. Jika kondensasi awan hujan sudah terlalu berat, maka penerbangan TMC akan melalui overseeding atau persemaian agar hujan dapat segera jatuh. “Jadi kami bukan memindahkan agar tidak hujan di Mandalika kemudian hujan di tempat lain. Tidak seperti itu,” jelasnya.
Namun jika pertumbuhan hujan masih dalam tahap dini, maka penerbangan TMC akan difokuskan untuk membubarkan atau menghambat pertumbuhan awan tersebut. “Begitu mulai tumbuhan dan mengarah ke Mandalika, bisa diturunkan cepat, atau dihambat agar tidak menjadi lebih besar,” jelas Budi.
Saat ini kata Budi pihaknya terus berkoordinasi dengan BMKG dan memantau data-data dari satelit dan radar cuaca. Data yang diinput oleh BMKG akan dianalisis oleh tim TMC BRIN untuk kemudian dianalisis apakah dibutuhkan sortie.
Budi menyebut tantangan kedepan cukup signifikan karena menurut BMKG dalam beberapa hari kedepan curah hujan diperkirakan tinggi. “Juga karena ada pengaruh pusat tekanan rendah di perairan utara Australia,” jelasnya.
Bibit Siklon Tropis
Sayangnya, kondisi cuaca dalam beberapa hari terakhir maupun prediksi kedepan memang cukup mengkhawatirkan. Peta Ocean Forecast System (OFS) BMKG menunjukkan kemelut di perairan selatan Indonesia para periode 17,18, 19 hingga 20 Maret 2022. BMKG bahkan mengeluarkan peringatan dini gelombang sangat tinggi hingga 6 meter untuk perairan barat Sumatera.