SAMPIT – Sejumlah pelaku usaha kuliner di Kota Sampit mencoba tetap bertahan meski bisnisnya terancam bangkrut dengan adanya pembatasan ketat yang dilakukan pemerintah. Mereka berharap ada kelonggaran kebijakan agar usahanya tetap berjalan dan tak semakin menambah pengangguran.
Junaidi (34), pemilik salah satu kafe yang cukup ternama di Kota Sampit, mengatakan, sejak pandemi Covid-19, pengunjung mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Akan tetapi, ketika pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), bisnis mereka mulai dihantam ”badai” kerugian.
”Puncaknya saat berlakunya PPKM darurat Jawa-Bali. Pengunjung perlahan-lahan berkurang. Bahkan, pembeli kami saat ini dapat dihitung jari saja,” kata pria yang akrab disapa Junai ini, Minggu (15/8) sore.
Meski melakukan sistem take away, lanjutnya, tak bisa menutupi kerugian. Pasalnya, kebanyakan orang memilih kafe sebagai tempat nongkrong untuk mengisi waktu luang, sembari menikmati kopi ketimbang membeli dan dibawa pulang.
Junai mengungkapkan, pendapatannya menurun sampai 90 persen. Berbagai upaya telah dilakukan untuk kembali menarik pembeli, seperti membuat promo secara jor-joran. Namun, semua usaha tersebut tak membuahkan hasil.
Akibatnya, dia terpaksa merumahkan empat orang karyawannya untuk mengurangi pengeluaran. Kini, dia hanya bisa pasrah meski terancam gulung tikar, sambil menunggu PPKM usai.
”Saya menyadari, pemerintah saat ini tengah berjuang melawan Covid-19 dan kami selalu mendukung. Selama ini, kami juga selalu mengingatkan pengunjung untuk taat protokol kesehatan. Tapi, pemerintah juga harus memikirkan nasib kami,” tuturnya.
Junai berharap pandemi Covid-19 segera berakhir agar masyarakat bisa kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. ”Kami selalu mendukung kebijakan pemerintah untuk memutus mata rantai Covid-19. Tetapi, kami juga berharap agar pemerintah juga memperhatikan kami, masyarakat biasa ini,” ujarnya. (sir/ign)