”Diharapkan Bandara Haji Asan Sampit bisa naik kelas menjadi kelas I. Saat ini masih kategori kelas II dan diKelola Unit Pelaksanaan Bandar Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub RI,” ucapnya.
Lebih lanjut Suparmadi mengatakan, penentuan harga tiket pesawat oleh maskapai penerbangan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri. Regulasi itu memuat perhitungan formulasi tarif tiket pesawat yang salah satu komponennya tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan jika terjadi kenaikan harga avtur.
Menurutnya, harga tiket yang diberlakukan maskapai penerbangan di Bandara Haji Asan Sampit menggunakan batas atas, masih di bawah range yang ditentukan. Akan tetapi, hal tersebut dinilai membebani masyarakat Kotim, baik yang akan berpergian ke luar daerah atau datang.
Tingginya harga tiket, tambah Suparmadi, tidak lepas dari tidak adanya kompetitor bagi maskapai penerbangan, khususnya yang melayani rute penerbangan Sampit (SMQ) – Jakarta (CGK) yang hanya ada satu maskapai, termasuk maskapai yang melayani rute Sampit (SMQ) – Surabaya (SUB). (ang/ign)