Sementara itu, Rihel menyambut baik kehadiran Tim UMPR dan mendukung program yang telah mereka sampaikan. ”Kami sangat mendukung, apalagi ini sangat menyentuh, khususnya guru. Data dari Dinas Pendidikan, 360 guru yang belum sarjana, sementara undang-undang pendidikan mengatur dan memaksa bahwa guru harus sarjana, termasuk tenaga kesehatan. Kalau dulu SMA, maka saat ini minimal D3 atau D4,” kata Rihel.
Program Rekognisi Pendidikan Lampau (RPL) dengan 14 program yang ditawarkan, menurut Rihel, sesuai dengan kebutuhan yang ada. Baik di rumah sakit, dinas kesehatan, puskesmas, termasuk perangkat desa.
”Tinggal didorong dan bertahap. Kalau sekaligus mungkin kami tidak mampu membiayai itu semua. Sambil jalan, kami hitung tapi harus tetapkan target, misalnya setahun berapa orang. Kalau ada yang mau mandiri, silakan,” jelasnya, seraya menyebut untuk daerah yang blank spot, bisa melalui daerah terdekat yang mudah diakses.
Rihel menilai RPL sangat bagus karena tidak mengganggu aktivitas. Tidak seperti tugas belajar yang selama ini dijalankan. ”UMPR sudah bertransformasi sehingga memudahkan warga untuk kuliah, khususnya pegawai. Sudah ada yang kuliah,” ucapnya.
Rihel menambahkan, untuk MoU dan perjanjian kerja sama (PKS) akan diperbarui menyesuaikan ruang lingkup kebutuhannya. ”Mudah-mudahan tahun ini bisa dimulai. Kalau memang itu sempat dan memungkinkan, dananya melalui APBD perubahan. Makanya nanti PKS-nya kami masukkan,” ujarnya.
”Untuk aparatur desa, jika memungkinkan melalui dana desa, misalnya ada peruntukan melalui program peningkatan SDM, kenapa tidak. Tinggal didorong peraturan desanya, dibantu DPMD mempersiapkan legalitasnya. Kalau mandiri juga bisa,” katanya. (yn/ign)