Rusaknya jembatan di Dusun Sumberlangsep, Lumajang, mengakibatkan banyak orang tua harus melewati sungai berarus deras dan licin sembari menggendong anak mereka agar bisa bersekolah. Kalau pas hujan turun? Otomatis tak bisa menyeberang.
MUHAMMAD HASBI, Lumajang | radarsampit.com
AMIR menghela napas lega. Tantangan besar baru saja dia lewati demi putranya bisa bersekolah: melewati sungai berarus deras, di sana-sini licin, dengan tumpukan material vulkanis seperti batuan besar dan pasir bertebaran.
’’Terpaksa (anak) saya gendong. Kalau tidak, berbahaya sekali,” kata warga Dusun Sumberlangsep, Desa Jogosari, Lumajang, Jawa Timur, tersebut setelah menyeberangkan anaknya pada Senin (22/4) pagi lalu.
Amir dan puluhan orang tua lain di Sumberlangsep harus melewati hadangan tersebut setelah jembatan penghubung rusak diterjang lahar dingin Gunung Semeru pada Kamis (18/4) pekan lalu. Secara keseluruhan, lahar dingin di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Regoyo itu mengakibatkan enam jembatan rusak.
Tak ada akses lain dari Sumberlangsep ke Sumber Kajar, dusun di mana SDN Jogosari 03 berada. ’’Jadi, walaupun berbahaya, ya terpaksa harus dilewati,” kata Siti Aminah, warga Sumberlangsep lainnya yang pagi itu mengantarkan putrinya.
Jawa Pos Radar Semeru yang sempat menjajal menyeberang memang merasakan betapa berisikonya melewati Sungai Regoyo, terutama bagi anak-anak. Alirannya deras dan tinggi arusnya sekitar selutut. Bahkan, karena harus menjaga keseimbangan, satu sandal pun ikut hanyut.
Bukan hanya 40-an pelajar SD, beberapa siswa SMA dari dusun yang sama pun masih dikawal orang tua mereka menyeberang. Rutinitas itu diulangi para ibu dan bapak saat para buah hati pulang dari sekolah. Ada pula beberapa relawan yang membantu.
Bagaimana kalau hujan turun? Otomatis tak bisa menyeberang. Karena itu, Eri Elyawati, salah seorang guru di SDN Jogosari 03, menyebut bahwa pihak sekolah memberikan toleransi jika ada siswa yang tidak bisa datang.
Meskipun, mulai Senin lalu itu, semua siswa SDN Jogosari 03 menjalani ujian. ’’Kami yang harus antarkan soal ujian ke rumah anak-anak jika ada yang tak bisa ke sekolah. Sistem daring tidak memungkinkan karena daerah sini sulit sinyal,” kata Eri.