Perlawanan Pertama Terduga Mafia Tanah Gagal Total

Eksepsi Ditolak, Perkara Terus Berlanjut

terduga mafia tanah
JALANI SIDANG: Terdakwa kasus dugaan mafia tanah dengan modus Surat Verklaring palsu, Madie Goening Sius, digiring aparat di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kamis (4/5). (DODI/RADAR SAMPIT)

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Mahdianur, kecewa atas putusan sela tersebut. Meski demikian, dia tetap menghormati putusan majelis hakim terhadap kliennya.

”Kami menerima dan menghormati putusan itu. Tetapi saya juga semakin mantap untuk membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah dan bukan seperti yang dituduhkan selama ini (mafia tanah, Red). Kami semakin tertarik dalam perkara ini hingga putusan nanti,” katanya.

Bacaan Lainnya

Mahdiannur berharap saat sidang pokok perkara nanti, saksi yang dihadirkan sesuai yang diatur dalam KUHAP. Artinya, saksi tersebut mendengar, merasakan, dan melihat langsung terkait pasal yang dituduhkan.

Timnya telah menyiapkan beberapa saksi, termasuk ahli, sehingga bisa berimbang antara saksi yang dihadirkan JPU dan penasihat hukum.

”Kami akan maksimal untuk membuktikan bahwa klien tidak melakukan hal dituduhkan. Kami siapkan bukti-bukti konkret dengan surat asli. Selama ini dalam penyidikan hanya salinan surat, tidak ada asli. Makanya aneh ada tuduhan Verklaring palsu, padahal tidak pernah melihat aslinya,” tegas Mahdianur.

Baca Juga :  Tiket Sampit Paling Mencekik, Warga Kotim Pilih ”Terbang” dari Bandara Tetangga

Sementara itu, perwakilan korban Men Gumpul mengapresiasi majelis hakim yang menolak eksepsi terdakwa. Pihaknya akan mengawal perkara tersebut sampai putusan akhir nanti, sehingga diharapkan menjadi dasar bagi para pemilik tanah menguasai haknya.

”Semoga dengan terang benderangnya kasus ini, mafia-mafia tanah bisa semakin diberantas,” ujarnya.

Madie sebelumnya didakwa menggunakan Verklaring palsu untuk menjual lahan pada orang lain. Verklaring Nomor 30/1960 tertanggal 30 Juni 1960 itu disinyalir palsu berdasarkan pendapat sejumlah ahli, salah satunya ahli bahasa. Dari praktik tersebut, terdakwa meraup keuntungan sekitar Rp2 miliar, hasil dari penjualan lahan seluas 810 hektare.

Padahal, lahan tersebut sudah bersertifikat. Selain itu, ada bangunan lain milik masyarakat atau pemerintah daerah. Atas perbuatannya, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 385 KUHP. (daq/ign)



Pos terkait