SAMPIT – Petani Seruyan M Abdul Fatah optimistis memenangkan gugatan terhadap Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya. Sidang tersebut seyogianya dilaksanakan Senin (10/5), namun BPPHLHK mengulur waktu sidang dengan mengajukan penundaan melalui surat yang diajukan ke Pengadilan Negeri Sampit.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Darminto Hutasoit tersebut, kuasa hukum Abdul Fatah, Rendra Ardiansyah, optimistis gugatan kliennya dipenuhi. Apalagi melihat dari fakta yang sudah berjalan dalam persidangan tersebut.
Rendra menuturkan, saksi yang pihaknya ajukan sudah cukup. Akan tetapi, mereka akan menambah bukti tambahan saat tergugat mengajukan saksi nantinya. Dari saksi yang sudah dihadirkan, disebutkan lahan yang dipersoalkan dikelola secara turun-temurun dan dijual pada 2018 dalam bentuk kebun.
”Saksi juga tidak tahu soal tapal batas kawasan hutan seperti apa. Rambu kawasan hutan di situ juga tidak ada. Kalau dinyatakan kawasan hutan sangat aneh sekali,” tegasnya.
Dalam gugatan yang diajukan Abdul Fatah sebelumnya disebutkan, tergugat dianggap melawan hukum karena mempersoalkan lahan petani tersebut masuk dalam kawasan hutan. Penggugat mengalami kerugian berupa pembelian tanah sebesar Rp 87.650.000 dan biaya pengelolaan lahan serta biaya penanaman kepala sawit sebesar Rp 100 juta. Kerugian materil yang timbul akibat perbuatan tergugat sebesar Rp 187.650.000.
Selanjutnya, kerugian inmateril yang timbul akibat perbuatan tergugat sebagaimana Pasal 30 Huruf (b), Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, yang melakukan penangkapan hingga penahan serta penetapan penggugat sebagai tersangka, dinilai sebagai kerugian moril. Selain itu, tergolong pelanggaran hak asasi manusia yang apabila dinominalkan sebesar Rp 1,5 miliar. (ang/ign)