Saatnya Masyarakat Adat di Kotim Jadi Tuan Tumah

Usulkan Tiga Kecamatan Jadi Calon Masyarakat Hukum Adat

fgd masyarakat hukum adat
SAMBUTAN: Asisten II Setda Kotim Alang Arianto menyampaikan sambutan pada Focus Group Discussion (FGD) draft naskah akademik dan Raperda Masyarakat Hukum Adat, di Aula Kantor DLH Kotim, Kamis (24/11). (YUNI/RADAR SAMPIT)

”Kami sangat mengharapkan peran aktif seluruh peserta dalam memberikan arahan dan masukan kepada tim penyusun dari Universitas Palangka Raya agar dokumen ini dapat terealisasi dan mencerminkan, serta melindungi keberadaan masyarakat hukum adat di wilayah Kotim,” katanya.

Dia melanjutkan, perlindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat dan kawasan hutan adat merupakan bentuk kehadiran negara dan pemerintah dalam rangka mengakui dan melindungi eksistensi masyarakat hukum adat dalam tata aturan pemerintah.

Bacaan Lainnya

Hal itu agar masyarakat hukum adat diberdayakan dan hidup sejahtera, serta mempunyai peran dan turut bekerja sama dalam pembangunan daerah. Terutama dari tata aturan kehidupan masyarakat secara hukum adat, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang berbudaya dan beradat. Terlebih dalam mengelola lingkungan hidup di wilayahnya.

Kegiatan tersebut dihadiri Asisten II Setda Kotim Alang Arianto, yang mewakili Bupati Kotim Halikinnor. Dia mengatakan, sebagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, bahwa masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu mendapatkan pengakuan dan perlindungan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca Juga :  DPRD Kalteng Soroti Minimnya Anggaran Pemilu di Kotim, Lebih Kecil dari Pemkab Gumas

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor  23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan pada Pasal 233 menyatakan, hutan adat dikelola oleh masyarakat hukum adat skema hutan adat, yang dikembangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia,  memberikan ruang dan kesempatan yang besar bagi masyarakat hukum adat untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya alam secara sah, lestari, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.

”Dengan ketentuan ini, sehingga untuk penetapan hutan adat maka masyarakat hukum adat harus terlebih dahulu mendapatkan pengakuan formal dari pemerintah daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah atau peraturan daerah,” katanya.



Pos terkait