”Tim sudah mulai bekerja dan berjalan, sehingga diharapkan bisa menyelesaikan konflik yang berlarut-larut dan tidak menyisakan persoalan di kemudian hari yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan gesekan dan ketidak kondusifan di daerah ini,” katanya.
Menurut Halikinnor, persoalan di Kotim tidak jauh dari urusan ganti rugi lahan dan tuntutan plasma 20 persen. Persoalan itu semestinya bisa diselesaikan dengan cepat jika semua pihak memiliki keinginan menyelesaikannya.
”Saat ini yang terjadi masalah ganti rugi lahan yang tidak tepat orangnya. Bisa saja yang menerima adalah saudara mereka sendiri, yang mestinya dijual dua hektare, namun dibebaskan sepuluh hektare,” ujar Halikinnor. (ang/ign)