”Hasil investigasi tim pemerintah menyatakan, tanah warga tersebut sudah di-GRTT perusahaan kepada pihak lain yang mengaku pemilik tanah. Namun, yang menerima GRTT bukan warga yang menguasai dan mengelola lahan itu dengan didukung alas hak yang kuat,” kata Ricko Kristolelu, dari Tantara Lawung Adat Mandau Talawang Kalteng.
Ricko menuturkan, pihaknya akan mengawal sampai tugas dan membela hak-hak masyarakat. Apalagi masyarakat yang mereka dampingi memiliki ekonomi lemah dan memang harus dibantu dan dibela.
”Secara hati nurani, saya sangat prihatin melihat masyarakat tanahnya digusur. Kalau tanah itu diambil, lalu mereka mau hidup dari mana lagi? Ini yang jadi pemikiran saya,” katanya.
Sengketa lahan itu sudah berjalan hampir tujuh bulan terakhir. Dia mengharapkan hasil tim investigasi bisa ditindaklanjuti perusahaan dengan solusi yang sama-sama saling menguntungkan dan tidak merugikan.
Pemerintah Wajib Lindungi Hak Warga
Ketua Komisi I DPRD Kotim Rimbun mengatakan, pemerintah harus melindungi hak-hak masyarakat. Di sisi lain, hak pengusaha juga harus dilindungi, sehingga tercipta iklim kepastian hukum dalam berusaha.
”Jadi, ini memang tidak mudah, tetapi yang paling utama ini adalah bagaimana hak-hak masyarakat dipastikan tidak terzalimi,” kata Rimbun, Jumat (10/11).
Rimbun menuturkan, konflik masyarakat dengan perkebunan hampir terjadi di semua kecamatan di Kotim. Hanya sedikit yang mencuat dan terpublikasi. Dia memperkirakan persentase persoalan yang terjadi di akar rumput sangat banyak dan belum terselesaikan. Hal itu bisa terakumulasi menjadi konflik sosial.
”Menjelang pileg dan pilpres tentunya eskalasi politik meningkat. Ketika ada pihak yang bermain dan memainkan di wilayah konflik masyarakat dengan tujuan tertentu, ini bisa berpotensi mengganggu kondusifitas daerah,” katanya. (ang/ign)