Seharusnya, kata Diana, warga mengirim surat resmi pada Pemkab Kotim apabila keberatan dengan HGU PT BUM.
”Yang ramaikan di media? Harusnya warga menyurati pemda dan lampirkan bukti penguasaan awalnya, sehingga bisa diinventarisasi punya siapa, berapa luasnya, dan di mana lokasinya,” katanya.
Masyarakat sejumlah desa di Kecamatan Antang Kalang protes terhadap HGU PT BUM, karena di dalamnya masuk lahan masyarakat dan fasilitas umum milik pemerintah desa. Mereka telah melaporkan hal itu ke BPN Kotim agar SK HGU yang diterbitkan bisa dievaluasi.
HGU yang dikantongi PT BUM menjadi momok warga yang memiliki lahan di dalam areal tersebut. Selain itu, ketika adanya program PTSL, warga tidak bisa ikut, karena tanah yang menjadi objek PTSL koordinatnya berada dalam HGU.
Adapun BPN Kotim menegaskan, tidak mudah mengevaluasi HGU perusahaan. Hanya ada dua skema yang ditempuh, yakni gugatan perdata di Pengadilan Negeri Sampit dan meminta tandatangan persetujuan dari Direktur PT BUM agar tanah masyarakat bisa dikeluarkan dari HGU. (ang/ign)