”Radar Sampit menangkap informasi itu sebagai sinyal bagi semua pihak untuk lebih waspada terhadap perkembangan digital. Artinya, degradasi moral di dunia digital harus dihentikan dan kita harus menciptakan ruang digital yang aman dan nyaman bagi semua orang. Di sinilah peran Radar Sampit berupaya memberikan pencerahan,” katanya.
Pada usia yang ke-19 tahun, Fauziah menekankan, Radar Sampit terus berupaya memperbaiki diri dalam penyampaian informasi. Hal itu dilakukan dengan memperkuat kesolidan tim, terutama pada ranah digital. Pola kerja yang fokus pada koran cetak, perlahan mulai beralih ke dunia digital dalam beberapa tahun belakangan.
”Dulu berita-berita yang terbit di online merupakan berita di koran cetak yang diterbitkan ulang. Sekarang, kami berusaha untuk menyampaikan berita lebih update. Peristiwa yang terjadi hari ini, langsung kami beritakan di website online maupun media sosial kami,” katanya.
Adapun pemberitaan untuk koran, tetap jadi perhatian, namun dengan informasi lebih mendalam. ”Dengan demikian, kami bisa menjaga agar informasi yang kami sampaikan tetap diperlukan pembaca meski sudah terbit di online sehari sebelumnya,” katanya.
Lebih lanjut wanita yang juga menjabat Ketua PWI Kotim ini mengatakan, Radar Sampit selalu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Sebagai contoh, tim kreatif Radar Sampit memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mendukung kinerja jurnalistik dengan menghasilkan ilustrasi yang menarik. Termasuk dalam pembuatan konten untuk media sosial.
”Tentu saja penggunaannya tetap memperhatikan aturan yang dikeluarkan Dewan Pers. Jadi, teknologi kecerdasan buatan bukannya mereduksi peran pers. Sebaliknya, justru memperkuatnya dengan penggunaan yang tepat,” katanya.
Fauziah juga berterima kasih pada masyarakat maupun mitra kerja yang selama ini menjadi motivasi untuk terus berkembang dengan perubahan zaman. ”Tanpa pembaca, kami tak akan bisa bertahan sampai hari ini. Sampai usia kami menginjak 19 tahun,” katanya. (yn/hgn/ign)