Oleh: Sabrianoor
Selain ditentukan faktor profesionalitas (manajerial, rekam jejak positif), pasangan calon yang diusung partai politik tentunya juga memperhitungkan tingkat popularitas dan keterwakilan di masyarakat.
Hitung-hitungan di atas kertas inilah yang mengubah kebijakan masing-masing partai dalam menentukan siapa calon kepala daerah dari partainya.
Pilkada Kalteng akan diikuti empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Mereka di antaranya Agustiar Sabran-Edy Pratowo (Gerindra,PKS, PAN, PSI, PKN), Nadalsyah-Supian Hadi( PDIP, Demokrat, PPP, Hanura), Abdul Razak-Sri Suwanto (Golkar, Perindo, Gelora, Buruh, Ummat), dan Willy M Yosep- Habib Ismail (Nasdem, PKB, PBB).
Drama politik banyak terjadi di hari-hari terakhir pendaftaran KPU. Bongkar pasang ini murni strategi bagaimana bisa memperbesar peluang kemenangan setelah melihat komposisi lawan yang ada.
Dari keempat paslon, munculnya nama Willy M Yosep di fase terakhir menjadi sebuah tanda tanya, ketika Agustiar dan Nadalsyah punya elektabilitas yang cukup tinggi di beberapa poling dan pemberitaan media-media di Kalteng.
Ketika publik terfokus pada duel sengit dua paslon ini, Willy hadir dan justru bisa paling berpeluang di luar faktor elektabilitas keduanya.
Faktor demografis Kalteng dan tren-tren Pilkada Gubernur sebelumnya di Kalimantan Tengah jadi alasannya.
Sebagai penentu kemenangan dan pasar masyarakat di Kalteng, faktor demografis cukup heterogen. Setiap komunitas masyarakat tentunya punya alasan kuat untuk memilih pemimpin yang mewakili kepentingannya.
Dari data BPS Kalteng (2024), penduduk Kalteng berjumlah total 2.784.971 jiwa dengan komposisi demografis agama muslim 74,38 persen dan nonmuslim 25,62 persen.
Sedangkan secara demografis suku, ada tiga suku besar, yaitu Jawa 21,6 persen, Banjar 21,03 persen, dan Dayak 20,42 persen. Di luar itu, ada 20 persen yang belum diklasifikasikan.
Jika kita menimbang prinsip mayoritas masyarakat di negara maju yang menjunjung tinggi asas profesionalitas atau kepentingan umum, tentunya faktor kepentingan demografis ini tidak terlalu berpengaruh, karena mereka akan lebih cenderung melihat rekam jejak dan visioner manajerialnya.