”Pada tahun 2026, akan kami potong lagi, karena paling lambat waktu penyesuaian sampai 2027 saja, tidak boleh lebih 30 persen. Saya minta maaf kepada para ASN, tetapi hal ini perlu kita lakukan karena mengikuti ketentuan dari pusat,” tegasnya.
Wakil Ketua II DPRD Kotim Rudianur menegaskan, pihaknya sepakat menolak TPP benar-benar dihapus. TPP bukan hanya soal insentif, tetapi bentuk apresiasi terhadap kinerja ASN.
Menurut politikus Partai Golkar ini, Pemkab Kotim tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan menghapus TPP, mengingat dalam KUA-PPAS 2026 telah diproyeksikan adanya kenaikan pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan daerah masih memungkinkan untuk mempertahankan TPP bagi ASN.
”Berkaitan dengan TPP, melihat anggaran Kotim tidak perlu sampai dihapuskan. Dalam KUA-PPAS pembahasan 2026 nanti kita ada kenaikan pendapatan. Jadi saya rasa Bupati perlu pertimbangkan itu,” tegas Rudianur.
Dia menuturkan, pada 2026 mendatang, pendapatan daerah diperkirakan mencapai Rp2,4 triliun. Kenaikan itu ditopang penerimaan dari dana bagi hasil sawit dan pajak kendaraan bermotor.
”Jangan sampai ASN kecewa. DPRD mendukung penuh agar TPP tidak dihapus, bahkan kalau bisa dikembalikan seluruhnya seperti semula,” tegasnya.
Dengan proyeksi itu, menurutnya, sangat tidak relevan jika Pemkab Kotim justru menghapus hak ASN yang telah lama diterima.
”APBD 2026 diperkirakan mencapai Rp2,4 triliun. Masa iya harus menghilangkan TPP? Harus ada evaluasi menyeluruh, jangan ambil langkah cepat. Bupati harus sabar, karena ini menyangkut penghasilan ASN. Mereka menggantungkan banyak hal pada TPP,” ujarnya. (ang/ign)