”BPOM belum ada melakukan penelitian terhadap obat-obatan yang terindikasi mengandung zat berbahaya, sehingga kita masih menunggu sampai BPOM melakukan pengujian lebih lanjut. Manakala obat-obatan yang dimaksud tidak mengandung zat berbahaya, maka diperbolehkan diedarkan. Apabila terbukti mengandung zat berbahaya, obat-obatan dimaksud tidak boleh lagi diperjualbelikan,” ujarnya.
Untuk sementara, dokter disarankan memberikan resep kepada pasien usia anak-anak dalam bentuk puyer (obat tablet yang telah dihaluskan dalam bentuk bubuk atau serbuk, Red).
”Selama masih diuji BPOM, untuk sementara pengobatan pada anak skembali seperti zaman dulu. Dokter meresepkan minum obat puyer. Dihaluskan dulu supaya memudahkan minum obatnya,” ujarnya.
Umar mengimbau kepada orang tua yang memiliki anak, terutama di bawah usia 6 tahun agar lebih waspada dengan adanya gejala penurunan volume atau frekuensi urine atau tidak ada urine, dengan atau tanpa demam atau gejala lain untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
Perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah lebih mengedepankan tatalaksana non farmakologis, seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis.
”Saya imbau masyarakat agar lebih berhati-hati. Tidak sembarangan membeli obat yang dijual bebas di apotek. Sebaiknya ikuti saran dan resep dari dokter,” ujarnya.
Sementara itu, larangan Kementerian Kesehatan terkait penggunaan obat sirop langsung ditindaklanjuti RSUD dr Murjani Sampit dengan menggelar rapat. Ada sejumlah hal yang disepakati, yaitu menghentikan sementara semua peresepan sirop sampai ada imbauan lebih lanjut dari Kemenkes, BPOM, atau Dinas Kesehatan Kotim.
Dalam rapat itu, untuk pemberian resep obat sirop pada pasien, ada tiga hal yang dikecualikan, yaitu pada kasus darurat dapat diberikan sirop atas pertimbangan dokter terkait manfaat dan risikonya. Apabila sirop lebih memiliki nilai kebermanfaatan dibandingkan obat puyer, pada pasien tertentu akan diberikan sirop. Kemudian, sirop dapat diberikan apabila tidak ada obat pengganti.