Bawaslu Dinilai Gagal Redam Politik Uang

ilustrasi money politik
ilustrasi politik uang

SAMPIT, radarsampit.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai gagal meredam politik uang. Pasalnya, tidak ada satu pun pelaku politik uang yang bisa diseret pidana untuk dijadikan pembelajaran ke depannya. Padahal, praktik itu marak dan seolah terang-terangan.

”Tentunya catatan merah untuk Bawaslu Kotim saat ini adalah ketidakmampuannya mencegah dan meredam politik uang. Padahal, politik uang kali ini terjadi secara sporadis dan masif. Ini yang seharusnya menjadi konsentrasi, karena merusak tatanan demokrasi lima tahunan,” kata Riduan Kesuma, pengamat politik dan kebijakan publik di Kotim, Rabu (21/2/2024).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, Pemilu 2024 merupakan pesta demokrasi yang rusak dari segi moral dan etika. Penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu selaku pengawas, tidak dapat menjalankan fungsi pengawasannya dari tingkat pusat sampai desa.

”Mungkin saja hal ini karena di struktur organisasi Bawaslu sendiri mengalami tekanan yang sedemikian rupa dan sudah masuk angin, sehingga mereka menjadi contoh yang tidak baik terhadap para kontestan, baik itu pilpres maupun pilegnya,” katanya.

Baca Juga :  Hilang Kendali, Truk Peti Kemas Hantam Dua Pikap, Dua Tewas

Riduan mengambil contoh kasus anggota KPU maupun Bawaslu di sejumlah daerah yang terjaring operasi tangkap tangan menerima suap. ”Jadi, bagaimana mau menerapkan aturan yang sesungguhnya tidak bisa, sehingga sebagian besar kontestan di Indonesia, termasuk di Kotim melakukan politik uang untuk mendulang suaranya,” katanya.

Menurutnya, hal itu sudah jadi rahasia umum. Ada caleg yang sanggup membayar Rp100.000-300.000 untuk satu suara. Hal itu dilakukan terang-terangan di tengah masyarakat.

”Saya berpendapat, sebaiknya lembaga pengawas pemilu ini dibubarkan saja, karena banyak oknum tidak berintegritas dalam menjalankan tugasnya dan ini sejak rekrutmen sudah tidak sehat,” kata Riduan.

Dia juga menilai pelaksanaan demokrasi di Kotim paling bobrok. Pasalnya, caleg yang memiliki program dan misi untuk kepentingan nyaris tidak laku.

”Masyarakat kita ini juga terlalu pragmatis. Mau bagaimana pun bagusnya program atau yang sudah dilakukan caleg yang masih memiliki integritas, tidak laku dan tidak dipilih. Ini jadi persoalan,” ujarnya.



Pos terkait