SAMPIT, radarsampit.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) diharapkan tak hanya berkutat pada urusan penertiban baliho hingga spanduk kontestan Pemilu 2024, tetapi harus lebih garang meredam dan mencegah politik uang. Praktik itu dinilai kian masif dan marak menjelang pencoblosan.
”Saya menilai substansi yang paling penting dan mendasar dalam urusan pemilu, yaitu memastikan masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya. Kemudian mencegah dan meredam politik uang, karena ini memiliki daya rusak begitu kuat terhadap kehidupan demokrasi kita,” kata Agung Adisetiyono, praktisi hukum di Kotim, kemarin (30/1/2024).
Menurut Agung, Bawaslu Kotim harusnya tak lalai dan abai terhadap perkembangan politik uang yang kian santer. Lembaga tersebut telah dimandati tugas sebagai wasit dalam menangani pelanggaran pemilu itu.
”Kami hanya berharap pemilu kali ini ada caleg yang bermain dengan politik uang diseret hingga ke meja pengadilan untuk diadili supaya bisa menjadi efek jera bagi yang lain,” ujarnya.
Agung menuturkan, dengan jumlah personel Bawaslu yang sampai ke tingkat desa, mustahil tidak bisa menangkap pelaku politik uang. Di sisi lain, instrumen hukum untuk menjerat pelaku hingga otaknya sudah jelas.
”Kan ada juga Gakkumdu. Di situ ada polisi dan jaksa yang akan menangani jika memang berkaitan dengan politik uang, sehingga saya nilai kita ini punya nyali atau tidak saja lagi untuk serius mencegah dan memberantasnya,” tegasnya.
Sementara itu, menjelang pencoblosan 14 Februari mendatang, gerilya sejumlah calon anggota legislatif kian masif. Tim suksesnya pun terus merekrut calon pemilih.
Setiap desa atau TPS memiliki maisng-masing koordinator yang nantinya akan merekrut minimal sepuluh orang. Untuk masing-masing desa atau kelurahan, caleg memasang minimal 10 koordinator. Setiap koordinator membawahi 10 -15 orang.
Adapun nominal uang yang ditawarkan pada pemilih bervariasi, antara Rp100-350 ribu.
”Katanya, paketan DPRD kabupaten, provinsi hingga ke DPR pusat, sampai di angka Rp350 ribu. Kemarin kami hanya dimintai data dan katanya paling lambat tanggal 13 Februari sudah diberikan oleh masing-masing koordinator,” ujar seorang warga Cempaga.