”Kami mendorong agar upaya penegakan hukum jadi bagian dari upaya pencegahan karhutla. Sampai saat ini belum ada penegakan hukum terhadap aktor besar yang terbukti lalai, misalnya korporasi atau perkebunan yang harusnya bertanggung jawab terhadap karhutla,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Bayu Herianata.
Bayu melanjutkan, peringatan kepada wilayah perusahaan yang terbakar hingga tindakan tegas atau sanksi, bisa jadi menjadi peringatan pada perusahaan lainnya agar tidak main-main dengan urusan tersebut. Pasalnya, hal itu menjadi tanggung jawab mutlak untuk perusahaan yang telah mendapatkan izin pengelolaan dan penguasaan lahan.
”Kita tidak mau kejadian asap 2015-2019 terulang, yakni sampai menelan korban jiwa karena lambannya pemerintah merespons situasi darurat. Paling penting situasi tanggap darurat ini adalah memaksimalkan keselamatan warga dan pengendalian, seperti pemadaman dan mencegah potensi kebakaran baru,” katanya.
Bayu menegaskan, pemerintah daerah harus mengambil langkah luar biasa. Tidak hanya fokus kepada pengendalian atau pemadaman. Dia juga menyesalkan pemerintah seolah tak siap dengan kondisi sekarang. Padahal, dari awal sudah diungkap potensi karhutla yang disertai riset ilmiah.
”Saat ini pemerintah harus memastikan hak kesehatan masyarakat yang terdampak bisa terpenuhi dan menyampaikan secara berkala terkait informasi standar pencemaran udara, sehingga ada pengetahuan yang dimiliki masyarakat agar melakukan mitigasi dampak asap,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, penyiapan masker dari pemerintah sesuai standar kesehatan, serta mengaktifkan rumah aman kepada masyarakat. Khususnya pada sentra pelayanan publik hingga pusat kegiatan ekonomi masyarakat.
Solusi Pemkab Kotim
Sementara itu, Bupati Kotim Halikinnor menegaskan, upaya pencegahan karhutla telah dilakukan dengan menyediakan pengadaan alat berat ekskavator di 17 kecamatan. Fasilitas itu sejatinya diharapkan bisa dimanfaatkan untuk petani agar tidak mengolah lahan dengan cara membakar.
”Kalau melihat lahan yang terbakar dekat permukiman, ada kecenderungan kemungkinan besar sengaja dibakar. Pemkab Kotim sudah bantu alat berat di 17 kecamatan, dengan harapan petani yang menggarap lahan dapat mengolah lahannya tidak dengan dibakar. Tapi, ternyata membakar lahan itu masih terjadi. Apalagi dengan kondisi saat ini, lahan kering ditambah angin, memperluas lahan yang terbakar,” katanya.