Terkait maintenance yang dilakukan dua maskapai tersebut, Rody memaklumi pihak maskapai untuk menghentikan sementara operasional pesawat yang sedang dalam proses maintenance. Pasalnya, hal itu sangat penting untuk menjamin keselamatan penumpang.
”Kami tidak memaksakan maskapai penerbangan untuk menghentikan sementara layanan penerbangan selama masa maintenance. Karena kalau sudah masa waktunya perawatan, pesawat harus diperiksa,” katanya.
“Kalau tidak dirawat, itu juga akan membahayakan penerbangan, jadi kami pun memaklumi hal itu. Namun, kami mengharapkan tetap ada pesawat pengganti agar layanan pada rute tersebut tersebut tetap dapat beroperasi,” tambahnya
Lebih lanjut Rody mengatakan, masalah infrastruktur landasan pacu Bandara Haji Asan Sampit yang belum memadai menjadi masalah krusial yang dihadapi saat ini. Pasalnya, landasan pacu Bandara Haji Asan Sampit yang ada saat ini hanya dapat diakses oleh pesawat dengan type 737-500 atau type ATR 72-500.
”Informasi yang saya terima dari Kemenhub, pesawat dengan type 737-500 dan ATR itu sangat terbatas, jumlahnya hanya tersisa tiga unit. Sementara yang tersedia pasaran itu type pesawat 737-800 dan Air Bus 320 yang masalahnya pesawat dengan tipe ini tidak bisa mendarat di Bandara Haji Asan Sampit karena infrastruktur landasan pacu bandara belum memadai untuk pesawat besar,” katanya.
Menyikapi masalah ini, Pemkab Kotim masih berupaya mewujudkan pengembangan landasan pacu Bandara Haji Asan Sampit dengan melakukan upaya perluasan landasan pacu dari panjang semula 2.060 meter menjadi 2.260 meter dan pelebaran 30 meter menjadi 45 meter.
Bupati Kotim Halikinnor juga telah beberapa kali menghadap Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan membahas hal tersebut. Terakhir, pada 10 Juni 2024 lalu, Bupati Kotim menandatangani kesepakatan dengan Dirjen Perhubungan terkait hibah tanah untuk perpanjangan runway dan dalam kesepakatan itu pengembangan bandara akan dilakukan bertahap selama 2024-2027.
“Setelah melakukan pembebasan lahan untuk perpanjangan runway, Pemkab Kotim masih berupaya merelokasi gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) karena posisinya sudah tidak strategis dan dapat menyebabkan kecelakaan apabila dilakukan manuver dari pesawat berukuran besar, sehingga rencana relokasi masih terus diupayakan,” ujar Rody Kamislam.