Galang Koin Menggugat Keadilan terkait Dugaan Kriminalisasi Petani Sawit Desa Kinjil

solidaritas petani kinjil
AKSI: Penggalangan koin yang dilakukan untuk tiga petani asal Desa Kinjil yang dilaporkan perusahaan atas kasus pencurian di lahan sendiri, Minggu (18/6/2023). (Istimewa)

SAMPIT, radarsampit.com – Koalisi keadilan untuk Kinjil yang terdiri dari gabungan organisasi masyarakat sipil menggalang dana untuk tiga petani sawit Desa Kinjil yang diduga jadi korban kriminalisasi. Penggalangan dana berupa koin itu merupakan bentuk simpati terhadap kasus itu yang dinilai telah mengorbankan masyarakat.

”Koalisi keadilan untuk Kinjil menggalang koin di Pangkalan Bun, Palangka Raya, dan di Jakarta untuk aksi penyerahan koin pada Senin 19 Juni 2023,” kata Akhmad Supriandi, perwakilan solidaritas mahasiswa di Pangkalan Bun, Minggu (18/6).

Bacaan Lainnya

Dia melanjutkan, Aleng Sugianto (63 tahun), Maju (63), dan Suwadi (40) merupakan petani sawit Desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat, yang sudah hampir dua bulan mendekam di sel polisi. Mereka dijadikan tersangka pencurian sawit atas laporan perusahaan perkebunan di wilayah itu.

Baca Juga :  BATAL LAGI!!! Masih Kurang Rp 300 Juta, Pasar Rakyat Mentaya Gagal Difungsikan Tahun Ini
galang koin
AKSI: Penggalangan koin yang dilakukan untuk tiga petani asal Desa Kinjil yang dilaporkan perusahaan atas kasus pencurian di lahan sendiri, Minggu (18/6). (WALHI KALTENG UNTUK RADAR SAMPIT)

Polres Kobar merilis kerugian atas pencurian sebesar Rp2,9 juta. Ancaman hukuman yang dikenakan pada mereka sampai 7 tahun penjara. Koalisi keadilan untuk Kinjil yang terdiri dari gabungan organisasi masyarakat sipil, seperti WALHI Kalteng, Walhi Nasional, Progress, Save Our Borneo, LBH Palangka Raya, Sawit Watch, koalisi pemuda dan mahasiswa di Pangkalan Bun dan Palangka Raya, serta lainnya, menilai pelaporan Aleng, Maju, dan Suwadi sebagai bentuk kriminalisasi.

”Aleng dan kawan-kawan memanen sawit yang ditanam perusahaan di atas lahan mereka sendiri. Kami memandang akar masalah ini terletak pada janji manis plasma yang hasilnya tidak sesuai bagi petani di sana. Aleng kebetulan hanya menjadi sedikit petani tersisa yang menggugat ketidakadilan atas praktik buruk plasma perusahaan,” kata Akhmad Supriandi.

”Mereka menuntut hak sesuai perjanjian mendapatkan plasma 50 persen dari lahan yang diserahkan, tak digubris perusahaan. Karena itu, mereka menarik diri dari kerja sama kemitraan plasma dengan perusahaan,” sambungnya.



Pos terkait