”Bagi perusahaan yang mengabaikan ketentuan dimaksud, akan dikenakan sanksi tindakan sesuai ketentuan yang berlaku dari pemerintah pusat atas usulan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah tidak akan tinggal diam untuk memberikan upaya terbaik pada masyarakat,” tegasnya.
Rizky menambahkan, edaran itu juga ditujukan pada Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng dan seluruh pimpinan perusahaan pabrik kelapa sawit. ”Jika tidak mematuhi, akan dikenakan sanksi tegas. Pemerintah akan terus memantau harga TBS dan tidak akan tinggal diam dalam kondisi yang sangat berdampak bagi masyarakat,” tandasnya.
Sebelumnya, Uji, petani sawit di Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur, mengatakan, harga TBS sawit hanya sebesar Rp 1.000 – Rp 1.200 per kilogram. ”Masih mending jika ada yang membeli. Hari ini buah kami tidak ada yang beli. Mungkin karena sedang Lebaran, sehingga hasil panen sebagian sudah membusuk,” katanya, Kamis (5/5) lalu.
Turunnya harga TBS kelapa sawit tersebut merupakan imbas dari kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng, termasuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Selain harga yang terjun bebas, sebelum Lebaran lalu, TBS hasil panen warga tidak ada yang membeli, sehingga sawit itu hanya dijadikan pakan untuk ayam.
Uji berharap agar harga TBS bisa kembali normal. Sebelumnya mereka menjual TBS ke pengepul mencapai Rp 3.000 per kilogram. Dengan harga sebesar itu, petani sawit bisa menghasilkan minimal Rp 3 juta dari lahan seluas satu hektare.
”Sekarang turunnya drastis. Sekali panen paling banyak Rp 1 juta hasilnya,” ujar Uji.
Uji berharap pemerintah daerah turun tangan dengan melakukan intervensi terhadap harga TBS. Apalagi pemerintah pusat telah mengeluarkan surat edaran dari Direktur Jenderal Perkebunan yang menyatakan bahwa penentuan harga TBS kelapa sawit harus mengacu ketentuan pemerintah. Hingga kini hal tersebut belum dijalankan di daerah. (daq/ign)